Pada tanggal 21 Agustus 2024, seorang perempuan, mantan mahasiswi, menjangkau saya via DM Instagram untuk mengucapkan simpati atas hal yang menimpa saya. Singkat cerita, kami berbincang di Whatsapp dan janjian untuk berjumpa tanggal 6 September 2024 di Jalan Braga. Tidak ada hal yang istimewa. Dia sudah punya pacar dan juga memiliki mungkin belasan teman kencan hasil bermain dating apps.
NK baru saja bercerai dengan membawa satu anak lelaki. Dia adalah mahasiswi yang saya ajar pada sekitar tahun 2016 di sebuah kampus swasta. Dulu saya tidak punya perhatian khusus pada NK karena ya saya anggap seperti mahasiswa yang lainnya saja. Namun belakangan memang dia tampak lebih bersinar karena perawatan diri yang sepertinya intensif. Selain itu, bubarnya pernikahan selama sebelas tahun membuatnya lebih bebas dan bahagia.
Sejak pertemuan di Jalan Braga itu, saya tertarik pada NK. Tentu saja NK tidak tertarik pada saya, yang di bulan-bulan itu masih tampak berantakan dan tak stabil (fisik, mental, finansial) akibat cancel culture yang masih segar dialami. Tak ada peluang sama sekali, apalagi di tengah jajaran laki-laki yang mengantri. NK punya jadwal kencan yang padat dan saya cuma ornamen tak penting dalam hidupnya.
Namun saya tak patah arang. Berbulan-bulan mencoba, rasa-rasanya dari waktu ke waktu mulai terdapat respons yang lumayan. NK tidak memberi afirmasi apa-apa, tidak juga mengendorkan hubungannya dengan banyak pria. Saya tak tahu apakah term "lumayan" itu ada pada semestanya juga atau cuma dalam imajinasi pribadi saya saja.
Namun satu hal yang pasti, kami tak pernah benar-benar meninggalkan satu sama lain. Sementara satu per satu pria dari dating apps berguguran, juga dia putus dengan pacarnya sejak akhir Oktober, kami terus berkencan dan mengobrol secara intens. Drama dan pertengkaran diantara kami cukup sering, tetapi ujung-ujungnya selalu ada jalan untuk kembali. Kadang lewat hal-hal yang tak terduga sama sekali.
Seperti misalnya, satu waktu saya sudah kesal sekali pada NK dan berniat meninggalkannya. Tapi ketika hendak berjumpa untuk mengungkapkan maksud tersebut, tiba-tiba saya berjumpa dengan kawan lama tanpa sengaja. Kawan lama itu bahkan saya tidak tahu sedang berada di Indonesia karena terakhir bertahun-tahun silam dia masih tinggal di Korea. Kami berbicang sejenak, tetapi sangat krusial untuk menghangatkan hati saya, membuat saya cukup punya kepala dingin untuk tidak memutuskan hubungan dengan NK.
Kedekatan dengan NK bagi saya adalah ujung dari fase cancel culture yang menimpa sejak Mei 2024. Tak ada lagi hal yang menakutkan dari kena cancel karena saya sudah menemukan tempat bermukim, tempat saya bisa pulang dari segala kekalahan di luar sana. NK bukan perempuan mudah. Sesekali luka akibat perpisahannya bisa kambuh dan berdampak lumayan pada hubungan kami. Namun luka-luka itulah yang mempersatukan kami, yang membuat kami sering relate satu sama lain.
Sering saya katakan, bahwa relasi dengan NK adalah ujung dari segala pengalaman dan pemikiran saya selama hampir empat puluh tahun hidup. Pemahaman saya diuji sepenuhnya lewat satu manusia saja. Satu orang, yang seluruh dunia bisa terangkum di dalamnya. Membuat saya bisa menjadi mengerti banyak persoalan, mulai perkara atensi, gaya hidup, pengorbanan, kesabaran, penolakan, dan cara-cara menikmati hidup dengan lebih baik.
Tak ada yang bisa dikatakan indah dari perjalanan bersama NK yang hampir mencapai enam bulan. Namun indah itu apa, bukan perkara tentang yang nikmat dan membikin puas. Yang indah adalah melihat luka yang tak pernah benar-benar hilang, tapi mengering bersama waktu, hasil saling merawat.
Comments
Post a Comment