Skip to main content

Tentang Pemikiran Marquis de Sade

Sekilas tentang Marquis de Sade   Marquis de Sade lahir di Paris, 2 Juni 1740 dengan nama Donatien Alphonse François de Sade. Ayahnya adalah tuan tanah dan pemilik properti sehingga dapat dikatakan bahwa de Sade berasal dari keluarga aristokrat. Pada usia 10 – 14 tahun, de Sade bersekolah di sekolah Yesuit bernama Louis le Grand. Di sekolah tersebut, de Sade sering mendapat hukuman penderaan atau pencambukan ( flagellation ). Tidak hanya itu, ia juga sering melihat orang-orang di sekolah tersebut mencambuk dirinya sendiri sebagai hukuman.  Semasa hidupnya, de Sade sering keluar masuk penjara dengan tuduhan terkait penistaan ( blasphemy ) dan percobaan pembunuhan. Artinya, perilaku seksual ganjil de Sade yang seringkali melakukan penyiksaan dalam melakukan hubungan seksual tidak masuk ke dalam alasan mengapa ia sering dipenjara. De Sade menikah dengan Renée-Pelagie yang meski mengetahui perilaku seksualnya yang ganjil, setia menemaninya hingga lebih dari dua puluh tahun. Meski ...

Tips-Tips Menjalani Cancel Culture


Hampir delapan bulan berlalu sejak saya difitnah influencer yang membuat karir berantakan dan dibatalkan dari mana-mana. Dengan berbagai macam cara, saya bertahan sebisa-bisa, baik secara mental maupun finansial, di sepanjang sisa tahun 2024. Saya bukan tipe orang yang senang berbagi tips karena meyakini bahwa kiat yang ampuh bagi diri sendiri belum tentu berlaku sama bagi orang lain. Namun dalam rangka menghargai diri sendiri karena telah berhasil melewati masa-masa rumit ini, tak ada salahnya berbagi tentang apa yang bisa dilakukan dalam rangka menjaga kewarasan pada periode terkena cancel culture ini. Berikut sepuluh tips:

1. Pelihara hewan dan rawat tanaman. Inilah momen-momen ketika kita bisa lebih menghargai sekitar secara lebih intens dan mendalam. Hewan dan tanaman itu bisa diajak bicara, mereka merespons, hanya saja tidak persis dengan cara yang sama dengan orang-orang. Kucing saya, si Niko, tahu bahwa saya sedang sedih, maka itu dia tiap malam menemani tidur di kamar (hal yang tak pernah dia lakukan sebelum kejadian ini mencuat). Tanaman juga sama. Ajaklah ngobrol ketika menyirami. Mereka akan memberi "sesuatu" yang membuat perasaan ini lebih tenang. Sukar dijelaskan memang, tetapi ini semua menjadi terang, ketika kita mampu melepaskan pola pikir umum tentang apa itu berkomunikasi. 

2. Kesepian membuat kita seringkali mudah menerima orang, apalagi yang memperlihatkan sikap perhatian. Namun hal-hal semacam ini bisa menjadi "jebakan" karena tak semua orang itu bisa pas dengan kondisi kita saat ini. Tetap selektif dan jangan asal memasukkan orang dalam kehidupan kita. Dalam kondisi terkena cancel culture, perasaan was-was dan curiga menjadi meningkat, tetapi sekaligus seturut bersamanya perasaan mudah iba dan tersentuh. Tetap jaga kedua jenis perasaan itu berada dalam porsinya. 

3. Meski berat, tetap lakukan hal-hal yang kita sukai. Jika kita suka merajut, lakukan saja meski mood berantakan. Jangan biarkan ketidakenakkan hati membunuh apa yang membuat diri kita bahagia. Dalam keadaan kena cancel, saya tetap menulis, sekurang-kurangnya mengisi postingan blog ini. Biasanya seminggu sekali, saya malah mempersering frekuensinya menjadi dua hari sekali. Apa saja dituliskan, yang penting tetap menulis. Hasilnya nanti bisa kita lihat setelah kondisi hati pelan-pelan membaik: mental kita ternyata begitu tangguh. 

4. Tempat saya berkiprah sebelumnya, yang katakanlah disebut sebagai lingkaran intelektual dan budaya, hanyalah salah satu sirkel dalam masyarakat yang kenyataannya begitu luas dan beragam. Dikeluarkan dari lingkaran tersebut bukanlah kiamat. Masih banyak kolam-kolam lain tempat kita bisa bergaul dan berkiprah. Bahkan kita bisa belajar banyak dari kolam-kolam lain tersebut, sembari belajar menjadi manusia yang lebih utuh - tanpa membawa-bawa jubah intelektual yang selama ini mungkin membantu mengkamuflasekan kekurangan-kekurangan kita. 

5. Dalam dunia kontemporer yang pada sebagian orang begitu menggantungkan dirinya pada eksistensi di media sosial, segala tindak tanduk dirasa perlu untuk menjadi konten yang meningkatkan like atau engagement. Dalam kondisi terkena cancel culture, dunia media sosial tak lagi penting untuk diincar sehingga justru menjadi kesempatan untuk memeluk hidup sepenuhnya di hadapan.

6. Lakukan apa yang selama ini diinginkan, tetapi terhalang waktu atau tuntutan memuaskan banyak orang. Dengarkan musik kesenangan, bacalah buku yang disukai, yang semuanya dilakukan demi kegiatan itu sendiri, tak punya kepentingan untuk mendapat penilaian orang lain. Cancel culture adalah kesempatan untuk menjauh dari tatapan publik dan mental kawanan, untuk lebih menghayati keinginan diri dan membentuk mental tuan. 

7. Komunitas agama adalah komunitas yang ternyata menarik dalam kondisi semacam ini. Sebagian dari mereka adalah orang-orang yang juga mengalami rungkad dan bahkan tak menganggap buruk apa yang dialami oleh diri kita. Sebaliknya, kerungkadan justru dipahami sebagai sarana untuk penempaan dan pembersihan dari dosa-dosa. Rungkad adalah semacam kehendak Tuhan untuk memurnikan kita, sebagai sesuatu yang justru dicari dan dirindukan. 

8. Filsafat eksistensialisme atau filsafat yang mengajukan pertanyaan perkara keberadaan manusia adalah jenis filsafat yang menarik untuk dipelajari di kala galau. Galaunya itu biasanya dipicu oleh macam-macam mulai dari patah hati, ditinggal pergi orang terdekat, kecemasan akan mati, pertanyaan tentang masa depan hidup, dan banyak lagi. Namun dalam kondisi mengalami penderitaan dahsyat, filsafat eksistensialisme kadang tak seberapa menarik lagi. Alasannya, kita sudah terlampau relate dengan pengalaman-pengalaman mereka yakni orang-orang seperti Camus, Nietzsche, atau Kierkegaard. Kita adalah sekaligus mereka, dan bahkan melampauinya. 

9. Hal mengerikan dari kena cancel culture adalah kenyataan bahwa kita dijauhi oleh banyak orang, terutama oleh sirkel atau jaringan tempat kita bernaung. Namun lama kelamaan, tak perlu ambil pusing dengan kehilangan banyak teman itu. Mungkin memang sudah tidak cocok, mungkin memang "sudah waktunya" bahwa kita tak lagi bersama mereka. Maka itu, daripada dihantui pikiran buruk tentang kekurangan-kekurangan yang membuat kita dijauhi, lebih baik tanamkan sikap: bahwa kita lah yang menjauhi dan meng-cancel mereka. Bahkan kita sudah duluan melakukannya. 

10. Pada akhirnya, hal yang pada mulanya dianggap sebagai masalah itu, sebenarnya tak lebih dari perubahan dalam hidup saja. Di sana ada pergantian pekerjaan, pergantian suasana lingkungan, pergantian teman-teman, yang menjadi titik penanda dalam perjalanan hidup kita. Hidup itu sendiri berjalan terus menuju garis finis bernama kematian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masalah sebesar apapun, seiring waktu, menjadi "tidak ada apa-apa" selain sekadar perubahan besar yang bisa dialami oleh siapapun. 


Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...