Gagasan demokrasi penting lainnya adalah demokrasi liberal atau kerap disebut juga dengan demokrasi Barat (He, 2022). Untuk memahami demokrasi liberal, kita perlu menelusuri terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan liberalisme. Pemikiran liberalisme dapat dilacak asal-usulnya pada teks John Locke berjudul Two Treatises of Government (1689). Dalam bagian kedua (Second Treatise) buku tersebut, Locke menuliskan bahwa “... tiada satupun yang boleh menyakiti orang lain dalam hidupnya, kesehatannya, kebebasannya, dan kepemilikannya” (Locke, 1999).
Locke menawarkan gagasan tentang “properti” yang mengacu pada kehidupan, kebebasan, dan aset. Properti ini bukan milik negara atau raja, melainkan milik setiap individu. Jika demikian, bagaimana menentukan individu mana yang berhak atas suatu barang, kita ambil contoh saja, apel? Bukankah jika apel dibolehkan menjadi milik individu, maka setiap orang kemudian merasa berhak untuk mengambil apel dari pohon manapun yang ditemuinya? Menurut Locke, apel tersebut adalah milik orang yang bekerja untuk mendapatkannya atau disebutnya sebagai hak atas hasil kerja. Saat seseorang memiliki apel sebagai hak atas hasil kerjanya, maka tiada satupun orang yang boleh mengambilnya kecuali atas persetujuan yang adil. Disinilah Locke memikirkan bahwa fungsi masyarakat sipil adalah dalam rangka melindungi properti satu sama lain (Locke, 1999).
Pemikiran Locke tersebut penting untuk menjustifikasi kehidupan masyarakat sipil tanpa campur tangan negara yang terlalu banyak. Selama masyarakat bisa saling menghormati kepemilikan pribadi yang diperoleh sebagai hak atas hasil kerja dan mampu bertransaksi secara adil, otoritas hanya diperlukan jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak individu. Dengan kuatnya posisi individu yang tergabung dalam masyarakat sipil tersebut, Locke berpandangan bahwa keputusan dan tanggung jawab otoritas mesti berangkat dari persetujuan bersama masyarakat atau perwakilan yang ditunjuk oleh masyarakat. Disinilah Locke menawarkan posisi legislatif (yang berisi para wakil dari masyarakat) dalam rangka mengimbangi kekuasaan eksekutif yang pada masa itu umumnya diisi oleh raja (Locke, 1999).
Gagasan liberalisme kemudian masuk pada kebebasan berbicara sebagaimana dipromosikan pertama kali oleh John Milton (1608-1674). Menurut Milton, setiap orang memiliki kebebasan untuk mengetahui, untuk mengucapkan, dan untuk berdebat berdasarkan nuraninya sendiri (Milton, 1918). Dalam rangka mencapai kebebasan itu, Milton mengusulkan untuk memisahkan urusan gereja dan negara (Hunter, 1980).
Penanda sejarah penting dalam perkembangan liberalisme adalah Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18. Pada masa Revolusi Prancis, masyarakat sipil digambarkan sebagai orang-orang yang mendapat kesempatan untuk berbicara dan memberikan suara dalam gelanggang politik (Hanson, 2009). Kemenangan liberalisme pada Revolusi Prancis setidaknya ditandai oleh dua peristiwa yakni pertama, penghapusan feodalisme secara resmi pada 4 Agustus 1789 dan kedua, perumusan dokumen Déclaration des droits de l'Homme et du citoyen. Dalam dokumen tersebut, dituliskan sejumlah prinsip yang menjadi landasan penting bagi demokrasi liberal seperti hak yang sama dan setara bagi semua orang, kebebasan untuk melakukan apapun selama tidak menyakiti orang lain, penjaminan bagi hak milik individu, transparansi dalam penggunaan pajak oleh negara, serta supremasi hukum.
Prinsip kebebasan individu yang digaungkan oleh liberalisme ini juga berlangsung dalam wilayah ekonomi melalui prinsip laissez-faire. Hal mendasar dari laissez-faire adalah membiarkan setiap individu untuk mengatur dirinya sendiri terutama dalam hal persaingan ekonomi (Gaspard, 2004). Secara ekstrim, prinsip laissez-faire bahkan menolak intervensi negara dalam sektor ekonomi seperti pemberian subsidi atau pencanangan regulasi. Disinilah pemikiran liberalisme menjadi kompatibel dengan kapitalisme seperti yang dirumuskan salah satunya oleh Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya yang sangat berpengaruh, The Wealth of Nations (1776). Dalam teksnya tersebut, Smith mempromosikan gagasan tentang pasar bebas (free market) yang mekanismenya tidak diatur oleh otoritas, melainkan oleh dinamika permintaan dan penawaran dalam pasar itu sendiri (Smith, 2015).
John Stuart Mill merupakan tokoh penting dalam perkembangan liberalisme. Lewat bukunya yang berjudul On Liberty (1859), Mill merumuskan maksim liberalisme yakni pertama, Individu pada dasarnya tidak bertanggungjawab pada masyarakat atas tindakannya. Apa yang dilakukan oleh masing-masing individu pada dasarnya dilakukan untuk kebaikannya sendiri. Kedua, pada tindakan individu yang merugikan kepentingan orang lain, individu tersebut dapat dihukum secara sosial ataupun legal, jika pendapat masyarakat mengharuskan demikian untuk perlindungan mereka sendiri (Mill, 2006).
Berbagai uraian tentang perkembangan pemikiran liberalisme tersebut membuat kita lebih mudah untuk memahami gagasan kunci berkenaan dengan demokrasi liberal. Penerapan demokrasi liberal memang beragam pada setiap negara, tetapi pada umumnya tidak bisa dilepaskan dari elemen-elemen seperti penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih perwakilan yang duduk di pemerintahan, pemisahan kekuasaan, penegakan hukum, ekonomi pasar berbasis kepemilikan pribadi, pemberian hak pilih yang sama bagi semua warga negara serta perlindungan yang setara terhadap hak asasi manusia, hak-hak sipil, dan hak-hak berpolitik.
Meski terdengar ideal, demokrasi liberal mendapat kritik keras dari kelompok kiri sebagai demokrasi yang hanya menguntungkan bagi orang-orang kaya. Kontestasi yang terjadi pada arena demokrasi liberal biasanya dominan diisi oleh kelompok borjuis yang mengklaim punya kekuatan politik lebih sebagai hasil dari persaingan di pasar bebas (Rice, 1990).
Referensi:
Aristotle. (2016). Politics: Writings from the Complete Works (J. Barnes, Ed.). Princeton: Princeton University Press.
Britannica, T. Editors of Encyclopaedia (2023, October 23). Draconian laws. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/topic/Draconian-laws .
Crick, B. (2002). Democracy: A Very Short Introduction. Oxford University Press.
Cohen, J. (1989 [2009]). Deliberation and Democratic Legitimacy. In A. Hamlin & P. Pettit (Eds.), The Good Polity: Normative Analysis of the State (pp. 17–34). Oxford: Basil Blackwell. Reprinted in Philosophy, Politics, Democracy: Selected Essays (pp. 16–37). Cambridge, MA: Harvard University Press.
Dahlberg, L., & Siapera, E. (Eds.). (2007). Radical Democracy and the Internet. Palgrave Macmillan UK.
Farrar, C. (1989). The Origins of Democratic Thinking: The Invention of Politics in Classical Athens. Cambridge University Press Archive.
Fultner, B. (2011). Introduction: Communicative action and formal pragmatics. In B. Fultner (Ed.), Jürgen Habermas: Key Concepts. Durham: Acumen.
Gagnon, J.-P. (2018, June 1). 2,234 Descriptions of Democracy. Democratic Theory, 5(1), 92–113.
Gaspard, T. (2004). A Political Economy of Lebanon 1948–2002: The Limits of Laissez-faire. Boston: Brill.
Habermas, J. (1991). The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society. Cambridge, Mass.: MIT Press.
Hanson, P. (2009). Contesting the French Revolution. Hoboken: Blackwell Publishing.
Hendriks, F. (2010). Vital Democracy: A Theory of Democracy in Action. Oxford University Press.
Hignett, C. (1962). A History of the Athenian Constitution. Oxford.
Hunter, W. B. (1980). A Milton Encyclopedia, Volume 8 (pp. 71–72). East Brunswick, N.J.: Associated University Presses.
Locke, J. (1999). Two treatises of government (M. Goldie, Ed.). Everyman.
May, T. (Ed.). (2008). The Political Thought of Jacques Rancière. Edinburgh: Edinburgh University Press.
Mill, J. S. (2006). On Liberty. Penguin Classics.
Milton, J. (1918). Areopagitica, A Speech of Mr. John Milton for the Liberty of Unlicenc'd Printing to the Parliament of England (S. R. C. Jebb, Ed.). Cambridge: University Press.
Popper, K. (1988, April 23). The open society and its enemies revisited. The Economist, 2016 reprint.
Rice, C. (1990). Lenin: Portrait of a Professional Revolutionary. London: Cassell.
Smith, A. M. (1998). Laclau and Mouffe: The Radical Democratic Imaginary. London: Routledge.
Smith, A. (2015). The Wealth of Nations: A Translation into Modern English. Industrial Systems Research.
Thorley, J. (2004). Athenian Democracy (2nd ed.). London, New York: Routledge.
Thorley, J. (2005). Athenian Democracy. Routledge.
United Nations. (2015, November 20). Democracy. United Nations. Retrieved from https://www.un.org/en/global-issues/democracy.
Wokler, R. (2001). Rousseau: A Very Short Introduction. Oxford: Oxford University Press.
Catatan: Seri Apa itu Demokrasi? dicuplik dari buku Pengantar Ilmu Politik untuk Semua Orang (Ultimus, 2024) yang semestinya ditulis atas nama M. Fauzi Abdul Rachman dan Syarif Maulana. Akibat cancel culture, nama saya diturunkan dari buku. Apa yang diunggah di blog ini adalah bagian-bagian yang saya tuliskan dalam buku tersebut.
Comments
Post a Comment