Saat menonton siaran bulutangkis di saluran daring, saya ingat si komentator mengomentari permainan salah satu pemain yang bertanding, Kento Momota, "Para pemain akan silih berganti, tapi orang akan mengenang Momota sebagai pemain dengan permainan yang indah," ujarnya, sembari juga menyebut nama Roger Federer dari cabang olahraga tenis.
Berdasarkan komentar si komentator itu, kita bisa melihat bahwa olahraga bukanlah perkara kemenangan dan prestasi saja, melainkan juga perkara keindahan. Kemenangan dan prestasi memang penting dan seolah menjadi tujuan utama dari olahraga, tetapi seorang atlet dikenang secara khas dalam benak banyak orang karena caranya bermain, yang mengandung di dalamnya "cara-cara mempermainkan". Mike Tyson memang hebat, bisa menumbangkan petinju lawan dengan cepat, tetapi Muhammad Ali dikenang secara lebih khas karena kemampuannya dalam meliuk-liuk, kakinya yang menari-nari cepat, serta pukulannya yang seperti lembut tapi mematikan.
Sebelum Kento Momota, ada Taufik Hidayat (yang menjadi idola Momota) yang tak senang menghabisi lawan cepat-cepat, melainkan menikmati reli-reli panjang. Seperti mempermainkan lawan, sebelum dibunuh dalam satu momen yang pas. Bedakan dengan pemain badminton seperti Viktor Axelsen yang meski sulit sekali dikalahkan, tetapi rasa-rasanya permainannya tak seindah Momota. Ia cenderung memanfaatkan tinggi badannya untuk menjangkau bola-bola sulit dan menghabisi lawan secepat mungkin. Dalam tenis, pernah ada pemain bernama Ivo Karlovic yang tak punya banyak ide untuk mengalahkan lawan kecuali dengan mengandalkan smash keras dan pukulan voli.
Berlaku juga bagi permainan tim. Barcelona di era kejayaan Messi-Xavi-Iniesta bukanlah tipe tim yang senang membunuh lawan secara cepat, melainkan mesti lewat perjalanan operan yang rumit sembari menemukan celah dengan sabar. Pada level fanatisme, mungkin kita tak peduli bagaimana cara-cara pemain/ tim kesayangan kita bisa meraih kemenangan. Yang penting menang, titik. Namun dalam level penonton yang menikmati permainan secara keseluruhan, kita akan lebih mengenang mereka yang mampu bermain dengan keindahan, yakni mereka yang melihat permainan bukan sekadar untuk "diselesaikan", melainkan dinikmati. Ia bukanlah sekadar menjalani aturan permainan, melainkan menjadi permainan itu sendiri.
Comments
Post a Comment