Skip to main content

Badai

Maka metamorfosis roh menurut Nietzsche berakhir pada anak sebagai puncak, setelah sebelumnya menjadi unta dan singa. Apa maksudnya menjadi anak? Saya sering mencontohkan peristiwa banjir. Unta akan pasrah pada banjir, singa berusaha melawan banjir, sementara anak akan bermain dengan banjir itu. Seseorang yang telah mencapai tahap metamorfosis anak sebenarnya tak perlu ambil pusing tentang nasibnya: dia bisa jadi seorang pekerja kantoran yang dieksploitasi dari jam sembilan sampai jam lima, tetapi tak perlu capek-capek berontak atau berupaya melawan sistem. Dalam tahap metamorfosis anak, dia akan mampu menjalaninya dengan luwes seperti sebuah peran. Seperti sebuah permainan .  Dia tahu dia melakukannya demi uang, sehingga tak ada gunanya merasa terbebani (seperti seekor unta) atau berusaha mengubah tatanan (seperti seekor singa). Jalani saja seperti seorang aktor dalam pertunjukan, yang tengah memainkan peran sebagai "pekerja kantoran" dengan sebaik-baiknya. Setelah pertunjuk

Keceriaan

 

Harus diakui, keceriaan pada saya adalah sesuatu yang langka belakangan ini. Berbagai hantaman persoalan membuat saya lebih sering murung dan jarang sekali tertawa. Dulu saya mudah sekali ceria karena memandang segala hal sebagai sesuatu yang mengagumkan. Sejak kejadian "itu", saya kira saya tak lagi mudah kagum terhadap sesuatu. Hal yang semestinya keren, jadinya saya pandang sebagai sesuatu yang "ah cuma gitu doang, nanti juga menghilang, nanti juga tak penting lagi." 

Saya pernah berbincang banyak dengan Kang Kent Tattoo perkara rentetan kejadian yang saya alami. Dengan tenang, beliau menanggapi, "Tenang saja, akan ada masanya, melakukan apapun kita selalu salah." Dalam bahasa Mang Kent, istilah Sunda-nya adalah: kadieu salah, kaditu salah. Kita boleh punya peta biru tentang jalan hidup kita; kita boleh punya rencana tentang apa yang akan dilakukan hingga tahun-tahun mendatang; kita boleh mengkalkulasi segala konsekuensi atas segala tindakan kita secermat-cermatnya, tetapi bagaimanapun, hidup selalu punya jalan untuk menghancurkan segala hitungan-hitungan itu. Hidup punya cara untuk membuat segalanya menjadi salah

Namun dilihat dari keseluruhan, mungkin tak ada salah, tak ada benar. Kang Ammy, guru musik saya (yang kami sudah lama tak berkontak), menuliskan lirik yang penting sekali, "Hidup bukanlah sebuah rahasia.." Tak ada yang misterius dalam hidup. Hidup menjadi tampak misterius ketika kita tak mampu melihat keseluruhannya. Sedang asyik-asyiknya makan bersama keluarga, tiba-tiba keracunan; sedang indah-indahnya berpasangan, tiba-tiba bubar; sedang lucu-lucunya membangun karir, tiba-tiba runtuh tak bersisa. Hal demikian bukan suatu kesalahan dalam hidup, bukan juga suatu keanehan. Hidup memang demikian adanya: punya segala cara untuk menyelamatkan kita dari hal-hal yang terlalu meyakinkan tentang dunia. Saat mampu menerima bahwa banyak hal tentang kerja dunia tak bisa lagi dijadikan sandaran, di situlah saya merasa terbebaskan. 

Maka renungan-renungan semacam ini adalah pembebasan, dengan konsekuensi redupnya segala keceriaan. Keceriaan kadang semacam keterkungkungan. Kalau saya bisa ceria oleh perhatian dari pasangan, maka saya tergantung kepadanya. Kalau saya bisa ceria oleh pencapaian suatu target, maka saya berada dalam penjara bersamanya. Ketika saya lepas dari belenggu-belenggu tersebut, saya tak punya alasan memadai untuk ceria, karena: tak ada lagi satupun yang nyata. Bahkan keceriaan sendiri menjadi sesuatu yang fana. 

Mungkin tak ada yang dinamakan penderitaan. Yang ada hanya: perasaan keharusan kita untuk ceria.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k