Harus diakui, keceriaan pada saya adalah sesuatu yang langka belakangan ini. Berbagai hantaman persoalan membuat saya lebih sering murung dan jarang sekali tertawa. Dulu saya mudah sekali ceria karena memandang segala hal sebagai sesuatu yang mengagumkan. Sejak kejadian "itu", saya kira saya tak lagi mudah kagum terhadap sesuatu. Hal yang semestinya keren, jadinya saya pandang sebagai sesuatu yang "ah cuma gitu doang, nanti juga menghilang, nanti juga tak penting lagi."
Saya pernah berbincang banyak dengan Kang Kent Tattoo perkara rentetan kejadian yang saya alami. Dengan tenang, beliau menanggapi, "Tenang saja, akan ada masanya, melakukan apapun kita selalu salah." Dalam bahasa Mang Kent, istilah Sunda-nya adalah: kadieu salah, kaditu salah. Kita boleh punya peta biru tentang jalan hidup kita; kita boleh punya rencana tentang apa yang akan dilakukan hingga tahun-tahun mendatang; kita boleh mengkalkulasi segala konsekuensi atas segala tindakan kita secermat-cermatnya, tetapi bagaimanapun, hidup selalu punya jalan untuk menghancurkan segala hitungan-hitungan itu. Hidup punya cara untuk membuat segalanya menjadi salah.
Namun dilihat dari keseluruhan, mungkin tak ada salah, tak ada benar. Kang Ammy, guru musik saya (yang kami sudah lama tak berkontak), menuliskan lirik yang penting sekali, "Hidup bukanlah sebuah rahasia.." Tak ada yang misterius dalam hidup. Hidup menjadi tampak misterius ketika kita tak mampu melihat keseluruhannya. Sedang asyik-asyiknya makan bersama keluarga, tiba-tiba keracunan; sedang indah-indahnya berpasangan, tiba-tiba bubar; sedang lucu-lucunya membangun karir, tiba-tiba runtuh tak bersisa. Hal demikian bukan suatu kesalahan dalam hidup, bukan juga suatu keanehan. Hidup memang demikian adanya: punya segala cara untuk menyelamatkan kita dari hal-hal yang terlalu meyakinkan tentang dunia. Saat mampu menerima bahwa banyak hal tentang kerja dunia tak bisa lagi dijadikan sandaran, di situlah saya merasa terbebaskan.
Maka renungan-renungan semacam ini adalah pembebasan, dengan konsekuensi redupnya segala keceriaan. Keceriaan kadang semacam keterkungkungan. Kalau saya bisa ceria oleh perhatian dari pasangan, maka saya tergantung kepadanya. Kalau saya bisa ceria oleh pencapaian suatu target, maka saya berada dalam penjara bersamanya. Ketika saya lepas dari belenggu-belenggu tersebut, saya tak punya alasan memadai untuk ceria, karena: tak ada lagi satupun yang nyata. Bahkan keceriaan sendiri menjadi sesuatu yang fana.
Mungkin tak ada yang dinamakan penderitaan. Yang ada hanya: perasaan keharusan kita untuk ceria.
Comments
Post a Comment