Skip to main content

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus SM

Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi.  Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan.  Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb

Sepakbola Masa Kini

 

Dulu nonton sepakbola itu bisa terlihat gaya masing-masing negara. Jerman cenderung seradak-seruduk seperti tank panzer, Itali agak flamboyan, manipulatif, dan pragmatis, sementara Inggris terkenal dengan umpan-umpan panjang. Sejak era Guardiola di Barcelona sekitar tahun 2008-an, tim-tim lain mulai mengadopsi gaya serupa, yang membuat Spanyol berjaya di tahun-tahun yang sama. Hingga akhirnya sekarang, kita menyaksikan bagaimana Euro 2024 hampir semua tim menerapkan "gaya Guardiola". 

Dalam Youtube Shorts, eks gelandang Bayern Muenchen dan Manchester United, Bastian Schweinsteiger pernah agak keberatan tentang penyebaran "gaya Guardiola" ini. Katanya, waktu Pep membesut Muenchen, timnya itu menjadi kehilangan gen-nya. Permainannya bagus, tapi tidak seperti Muenchen yang biasanya. Jadi, apa itu "Gaya Guardiola"? Kita lihat, hampir semua tim di Euro 2024 bermain dengan gaya serupa: 

  1. Kiper dan bek tengah harus punya kemampuan menggiring bola dan memberi operan pendek. Kita tak lagi melihat kiper dan bek tengah yang brutal membuang bola ke depan secara random. Gaya Guardiola memberi kepastian alur permainan lewat bola-bola yang presisi. Di sisi lain, kiper dan bek tengah tak lagi "main aman", melainkan harus mampu bermain di bawah tekanan penyerang lawan yang mengejar dan merebut bola. Menariknya, untuk posisi kiper, meski shot-stopping adalah skill dasar yang penting, tapi hal yang lebih utama adalah kemampuannya "bermain bola" dan menjadi bagian dari permainan kolektif para pemain outfield. Kita bisa ambil contoh Victor Valdes di jaman Pep. Meski Barcelona adalah tim terbaik di dunia kala itu, dia bukan termasuk kiper yang dikategorikan world class sebagai shot-stopper
  2. Sifat gelandang bertahan sudah kurang bisa disebut destroyer seperti Claude Makelele atau Gennaro Gattuso, melainkan mesti mampu mengalirkan bola dan mendiktasi permainan. Mereka juga harus mampu sekaligus melapis bek tengah yang diperbolehkan merangsek ke depan dengan kapasitasnya sebagai ball-playing defender. Sebelum Sergio Busquets mendefinisikan ulang peran gelandang bertahan, Didier Deschamps sebenarnya sudah melakukan peran ini waktu jadi pemain, yang membuatnya "tak terlihat" tapi justru memainkan peran paling sentral. 
  3. Pemain kreatif atau biasa disebut "nomor 10" tak terlalu penting lagi. Dulu bisa ada pemain seperti Maradona, Hagi, Zidane, atau Totti yang mampu mengacak-acak pertahanan lawan sendirian. Sekarang yang lebih penting adalah pemain taktis dan pekerja keras, yang tak harus menahan bola terlalu lama, tetapi mesti bagian dari permainan pendek-pendek yang mengganggu posisi pertahanan lawan. Itu sebabnya, sepakbola masa kini tak lagi melahirkan individu-individu menonjol karena yang lebih utama adalah taat pada taktik. 
  4. Matinya posisi sayap (winger) yang dulu mampu menyisir bagian sisi kiri atau kanan pertahanan lawan sebelum melepaskan umpan berbahaya ke kotak penalti seperti dilakukan Marc Overmars atau Cristiano Ronaldo muda. Sekarang posisi sayap lebih umum memotong ke tengah (cut inside) atau untuk membuat pertahanan lawan bingung dengan hanya standby di posisi wide. Peran ini pernah diperankan dengan sempurna oleh David Villa di jaman Barcelona dipegang Pep. Bola yang dipegang wide player kemudian mendiktasi permainan dari arah sayap, membuatnya punya pilihan antara masuk ke tengah, memberi operan berbahaya ke kotak penalti, atau melepaskannya ke pemain tengah untuk mengubah arah penguasaan. Wide player ini biasanya menggunakan kaki yang berbeda dengan posisinya (kaki kanan untuk sayap kiri atau kaki kiri untuk sayap kanan) sehingga dia punya opsi memotong dan menembak, tetapi jarang sekali berujung crossing (karena harus menggunakan kaki lemahnya). 
  5. Peran striker yang sifatnya poacher (berada di ujung terakhir pertahanan) seperti Inzaghi atau finisher sempurna seperti Shearer atau Van Nistelrooy agak berkurang, diganti dengan "false 9" yang tugasnya lebih ke menarik bek tengah keluar dari posisinya. Memang penyerang murni masih ada, tetapi skill-nya ditambah dari cuma sekadar penyelesai peluang. Mereka harus bisa sekaligus menekan ball-playing defender dan full-back lawan yang merangsek ke depan. Striker adalah sekaligus bagian dari kolektivitas pressing

Memang tak semua tim kemudian murni menerapkan gaya semacam itu. Tulisan ini didorong oleh kekecewaan pasca menyaksikan permainan Itali yang sok-sokan mengikuti gaya Pep tapi mereka sama sekali tak berbakat mengimplementasikannya. Itali tak bisa keluar dari tekanan Swiss dan berusaha setia dengan bola-bola pendek yang sama sekali tidak solutif. Bahkan Swiss lebih mampu menerapkan gaya Pep dengan lebih baik dicampur dengan kemampuan pressing yang membuat Itali, yang berpusat pada Nicolo Fagioli sebagai Pirlo wanna-be, tak berkutik kecuali hanya bisa menyerahkan bola pada bek-bek penggiring bola seperti Bastoni (yang sedikit lebih solutif). Itali punya wide player seperti Chiesa atau Zaccagni, tapi lagi-lagi tak cukup berguna untuk menjadi David Villa atau Pedro a la Barcelona-nya Pep. 

Saya ingat bagaimana komentator di pertandingan Itali Kroasia berkata, "Doesn't have to be beauty" ketika Itali terpojok di menit-menit akhir pertandingan. Operan-operan Itali tak lagi berguna, yang penting mengirim bola sejauh mungkin untuk disikat oleh para penyerang. Alhasil, justru rangsekan Calafiori lah yang malah membuahkan gol. Suatu upaya nekat yang tak harus melalui sebuah proses bertele-tele.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat