Skip to main content

Tentang Gus Miftah dan Reaksi Publik

Ramai soal Gus Miftah. Tak perlu diceritakan detailnya di sini. Lagipula, saya tak merasa harus mengomentari kata-kata Gus Miftah terhadap pedagang es teh. Bagi saya, hal yang lebih menarik adalah reaksi publik yang begitu masif, diantaranya dengan menyebarkan konten bertuliskan "lebih baik jualan es teh, daripada jualan agama". Selain itu, ada juga petisi yang berisi tuntutan kepada Presiden untuk mencopot jabatan Gus Miftah dari posisinya sebagai utusan khusus. Apapun itu, saya menilainya sebagai bentuk isyarat kebajikan atau virtue signaling .  Tak ada yang benar-benar peduli pada Gus Miftah atau tukang es teh. Masing-masing hanya memperagakan suatu sikap yang sejalan dengan apa yang sedang ramai. Jika benar-benar ditanya apakah Anda bersedia jualan es teh? Saya yakin sebagian besar menjawab tidak, bahkan dalam hatinya mungkin merasa lebih baik jualan agama karena sudah pasti lebih menguntungkan.  Dalam pandangan publik, pergulatannya sederhana sekali: mereka membangun per...

Ibunda

 

Soal Papap saya mungkin cukup sering menceritakannya. Sekarang saya akan cerita tentang almarhumah, yang wafat tahun 2018. Selama hidup, memang saya lebih dekat dengan Papap ketimbang Mamah. Alasannya, entah kenapa ya, saya merasa Mamah itu adalah sosok yang terlalu suka mengalah, seperti terlampau permisif. Saya lebih kompatibel dengan sifat Papap yang ambisius dan intens pada apa yang dikerjakannya. Namun dalam renungan akhir-akhir ini, saya justru merasa lebih paham tentang sifat-sifat almarhumah. 

Mamah adalah sosok perempuan dengan beban ganda. Sambil bekerja sebagai pengajar di jurusan Sastra Jepang, Universitas Padjadjaran, tempatnya mengabdi selama lebih dari 25 tahun, Mamah juga mengurus rumah tangga, tepatnya tiga anggota keluarga lain yang kesemuanya laki-laki: Papap, Engkang, dan saya. Tak hanya itu, Mamah juga mengelola segala hal yang bersifat "public relation" dengan pihak eksternal seperti keluarga besar, rekan-rekan kerja, tetangga, hingga orang-orang yang kerja di rumah. Kemampuan Mamah dalam mengelola semua itu membuat Papap dapat bekerja dengan fokus dan hanya mengurusi kekaryaan saja. 

Sifat Mamah juga begitu baik dan pemurah. Jika ada saudara, mahasiswa, atau teman minta tolong, pasti beliau usahakan bantu. Pernah saya ada teman yang dibiayai kuliah oleh Mamah, padahal saya tidak dekat-dekat amat dengan teman tersebut. Kalau ada mahasiswa berjualan makanan juga pasti Mamah beli. Selain itu, yang membuat saya tak habis pikir, Mamah selalu mengupayakan bantuan bagi saudara kami yang bahkan berlaku kasar saat meminta tolong! Pikiran pragmatis saya sih, untuk apa menolong orang yang tak tahu cara menghargai kita. Ngomong yang enak kek, yang sopan kek, buat saya merasa senang bisa menolong Anda. Tapi mungkin di situlah poin kemuliaan beliau: membantu seyogianya adalah membantu, tak punya motif transaksional antar manusia. Biarlah rasa berat ini Allah yang balas. Makin berat rasanya, justru makin besar pahalanya. Begitu kelihatannya pikir beliau. 

Meski Mamah adalah orang yang berhati baik dan mulia, entah kenapa, saya kerap bertengkar dengan beliau. Saya merasa kasih sayangnya kadang berlebihan hingga masuk pada sikap over-protektif dengan dalih "kamelang" (Sunda: rasa khawatir). Dalam suatu suasana pertengkaran dengan Mamah, Papap pernah menghampiri saya untuk semacam menengahi, mengatakan bahwa memang ada perbedaan peran antara Papap dan Mamah: Papap lebih mendorong untuk mengembara, sementara Mamah lebih mengkhawatirkan bagaimana jika dalam pengembaraan nanti, saya malah menghadapi marabahaya. Mamah seolah hendak mengatakan, jangan pergi, tetaplah dalam dekapan ibunda. Di sini, semuanya akan aman. Kata Papap, dua sikap cenderung berbeda antara mereka berdua tersebut tak perlu dipertentangkan, tetapi jadikan saja tegangan, sekaligus tantangan. Jadilah orang yang terus bertualang, tanpa pernah lupa akan rumah, tempat kita bisa senantiasa didekap. Tempatnya kita disambut kehangatan, meski babak belur di luar sana. 

Ajaran Mamah terasa belakangan ini, tentang hidup yang dijalankan sebaik-baiknya, meski banyak hal bertentangan dengan keinginan. Tak semua hal harus diwujudkan, karena ada yang lebih penting dari itu semua: membuat hidup menjadi bermakna atas berbagai keterbatasan. Atau tak perlu memandangnya sebagai keterbatasan, karena bisa jadi memang itulah dunia kita, dengan segala keutuhannya. Mamah mungkin ingin melanglangbuana, berkarir bebas atas nama dirinya sendiri, tapi hidupnya tak jadi tak bermakna jika ternyata yang mesti digelutinya adalah masalah-masalah keluarga besar atau kesejahteraan orang-orang yang bekerja di rumah. 

Kita semua akan menghadapi keterbatasan itu, entah oleh usia, keuangan, atau hal-hal lain yang memupus segala cita-cita. Namun tak ada gunanya memendam kecewa, atau hidup dalam kubangan romantisme seolah-olah impian kita akan terwujud semua. Mamah seolah-olah menjadi altruis yang menopang segala ambisi orang-orang di sekelilingnya, tapi saya kira, dia mencapai kebahagiaannya yang paripurna, dengan cara memaknai dunia terus menerus melalui harapan dan Tuhan yang tak mungkin membiarkannya sendirian. Kebahagiaan yang Mamah capai, adalah kebahagiaan lewat orang lain, dan kebahagiaan yang dijanjikan di waktu kelak. Bukan kebahagiaan sementara yang kita-kita kejar dengan berdarah-darah. Padahal fana. Al-fatihah.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...