Skip to main content

Sepakbola Masa Kini

  Dulu nonton sepakbola itu bisa terlihat gaya masing-masing negara. Jerman cenderung seradak-seruduk seperti tank panzer, Itali agak flamboyan, manipulatif, dan pragmatis, sementara Inggris terkenal dengan umpan-umpan panjang. Sejak era Guardiola di Barcelona sekitar tahun 2008-an, tim-tim lain mulai mengadopsi gaya serupa, yang membuat Spanyol berjaya di tahun-tahun yang sama. Hingga akhirnya sekarang, kita menyaksikan bagaimana Euro 2024 hampir semua tim menerapkan "gaya Guardiola".  Dalam Youtube Shorts, eks gelandang Bayern Muenchen dan Manchester United, Bastian Schweinsteiger pernah agak keberatan tentang penyebaran "gaya Guardiola" ini. Katanya, waktu Pep membesut Muenchen, timnya itu menjadi kehilangan gen-nya. Permainannya bagus, tapi tidak seperti Muenchen yang biasanya. Jadi, apa itu "Gaya Guardiola"? Kita lihat, hampir semua tim di Euro 2024 bermain dengan gaya serupa:  Kiper dan bek tengah harus punya kemampuan menggiring bola dan memberi ope

Algoritma Youtube Membawaku pada Film tentang Tank Misterius


Suatu hari, saya mendapati algoritma Youtube menawarkan film perang berjudul White Tiger (2012). Saya menyambutnya, karena memang selama ini punya ketertarikan pada hal-hal yang berhubungan dengan Perang Dunia II. Beberapa film terkait Perang Dunia II yang berkesan bagi saya antara lain Downfall (2004), The Pianist (2002), Black Book (2006), Letters from Iwo Jima (2006), Life is Beautiful (1997) dan tentu saja, The Inglourious Basterds (2009). White Tiger adalah film Rusia yang disutradarai oleh Karen Shakhnazarov. Film yang skenarionya ditulis oleh Shakhnazarov bersama dengan Aleksandr Borodyansky tersebut dibuat berdasarkan novel Tankist, ili "Byeli tigr" karya Ilya Boyashov.  

White Tiger berlatar Perang Dunia II, tepatnya panggung pertempuran Timur antara Nazi Jerman dan Uni Soviet. Film ini menceritakan rumor seputar tank Nazi tipe Tiger I bercat putih yang kerap muncul dan menghilang secara misterius. Tank yang dijuluki dengan sebutan "White Tiger" tersebut beberapa kali menampakkan diri untuk menghancurkan tank-tank Soviet. Tidak hanya mengherankan bagi pasukan Soviet, "White Tiger" juga membuat tentara Nazi Jerman bingung karena mereka tak merasa menjalankan tank tersebut. 

Antara percaya dan tak percaya dengan keberadaan "White Tiger", petinggi militer Soviet tetap mewaspadainya dengan mengirimkan pasukan khusus untuk menghancurkan tank misterius tersebut. Dalam pasukan khusus yang menaiki tank canggih Soviet tipe T-34, terdapat prajurit bernama Ivan Naydenov, orang yang mengklaim dirinya mampu berkomunikasi dengan tank-tank seolah mereka adalah manusia. Naydenov juga mengaku menyembah apa yang disebutnya sebagai Dewa Tank. 

Film ini mengejutkan karena mungkin kita mengira bahwa konfliknya berpusat pada "siapakah orang di balik tank White Tiger?" atau "Tank White Tiger itu sebenarnya apa?". Saya mencoba untuk tidak menjadi spoiler, tetapi tak bisa juga menahan diri untuk mengatakan bahwa kita akan kehilangan poinnya jika menjadikan White Tiger sebagai film aksi berbalut misteri. Sama halnya ketika kita menanyakan siapa sebenarnya sosok di balik V dalam film V for Vendetta (2005). Roh dari film White Tiger justru terletak pada simbolisasinya: "Apa yang tengah direpresentasikan oleh tank White Tiger?" atau "Pesan apa yang bisa dibaca di balik misteri tank White Tiger?". 

Selain jalan ceritanya yang memikat dan sukar ditebak, White Tiger juga merupakan film yang memikat secara sinematografi. Mungkin kita akan kurang puas jika bandingannya adalah film perang ala Hollywood yang penuh akrobat seperti Saving Private Ryan dengan suguhan desing peluru dan darah bermuncratan pada banyak adegan. White Tiger memikat karena tampilan tank-tank yang rinci dengan suaranya yang jelas, membuat kita bisa merasakan semacam kengerian sekaligus kekaguman terhadap salah satu mesin perang paling mematikan dalam sejarah Perang Dunia II. Jika menyukai film tentang Perang Dunia II, White Tiger sangat direkomendasikan sebagai sajian non-Hollywood yang kaya makna dan sanggup menampilkan cerita yang sama sekali lain dari film perang pada umumnya.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me