The Shot atau Tembakan adalah cerpen karya Aleksandr Pushkin yang dipublikasikan tahun 1831. Saya tahu cerpen tersebut dari wawancara dengan eksil bernama Pak Awal Uzhara yang tinggal di Uni Soviet/ Rusia selama lebih dari lima puluh tahun dan tidak bisa pulang karena paspornya dicabut oleh pemerintah Indonesia (akibat alasan politik dan ideologis). Cerita Tembakan bagi saya begitu menarik sampai-sampai saya jadikan naskah teater (atas inspirasi dari Pak Awal juga) dan dipentaskan di beberapa kegiatan kampus.
Tembakan bercerita tentang Silvio, pensiunan tentara yang memiliki hutang duel dengan seseorang yang disebut sebagai Pangeran ("the Count"). Kilas balik ke beberapa tahun silam, Silvio pernah melakukan duel adu tembak dengan Pangeran karena suatu permasalahan. Duel adu tembak ini berlangsung dengan cara diundi siapa yang menembak duluan untuk kemudian bergantian (jika tembakan pertama tidak berhasil mematikan lawan). Pangeran mendapat giliran pertama dan tembakannya meleset. Sekarang giliran Silvio menembak dan Pangeran malah bersantai sambil makan buah ceri. Silvio heran dengan perilaku Pangeran tersebut sehingga memutuskan tidak jadi untuk menembaknya. Alasan Silvio, dia tidak akan menembak orang yang tidak menghargai hidupnya sendiri. Dengan membatalkan tembakan tersebut, Silvio merasa punya hutang: dia tidak mau duel dengan siapapun hingga urusannya dengan Pangeran selesai.
Singkat cerita, selang beberapa tahun, Silvio mendengar kabar bahwa Pangeran telah menikah dan hidup di sebuah rumah yang nyaman. Silvio langsung mendatangi rumah si Pangeran dan menyatakan ingin menuntaskan hutang lamanya terkait duel adu tembak. Silvio memberi kesempatan pada Pangeran untuk menembak duluan. Lagi-lagi meleset. Saat tiba giliran Silvio, Pangeran, berbeda dengan duel sebelumnya, sekarang tampak ketakutan dan memelas supaya tidak ditembak. Silvio, melihat hal demikian, tetap memutuskan menembakkan peluru, tetapi sengaja dibuat meleset. Alasannya, Silvio melihat si Pangeran sudah bisa menghargai hidupnya sendiri.
Seperti biasa, umumnya karya sastra Rusia tidak secara eksplisit menawarkan pesan moral tertentu. Namun kita bisa lihat bahwa ada perbedaan antara sikap Pangeran menghadapi balasan Silvio di duel pertama dan sikapnya pada duel kedua. Pada duel yang pertama, Pangeran dengan tenang makan buah ceri, mungkin karena waktu itu usianya masih lebih muda dan tidak banyak hal berharga yang dipunyainya. Dia hanya punya kepercayaan diri dan jiwa yang meledak-ledak saja. Sementara itu, pada duel yang kedua, dia baru saja menikah, yang membuat hidupnya tampak lebih berharga. Pada titik itu, Pangeran jadi takut mati, takut kehilangan dunia yang dicintainya. Begitulah mengacu pada duel pertama, kita bisa lihat: orang yang tak punya apa-apa, tak takut kehilangan apa-apa.
Comments
Post a Comment