Tetapi aku tidak tahu ternyata usia 38 itu terasanya seperti ini. Juga aku tidak tahu ternyata beginilah kehidupan sehari-hari sebagai pengajar, penulis, dan pengkaji filsafat. Begitupun bayanganku tentang mereka yang menginjak fase lansia. Mereka tidak tahu bahwa usia 70 itu rasanya seperti itu. Begitupun bayanganku tentang para koruptor saat tertangkap. Mereka tidak tahu bahwa menjadi koruptor yang tertangkap itu rasanya seperti itu. Kita lebih banyak tidak tahu tentang segala sesuatu, tidak tahu sampai benar-benar merasakannya. Berada di dalamnya.
Bayanganku tentang masa tua adalah selalu ketakutan. Kecemasan karena kian dekat dengan kematian. Namun aku tidak tahu. Mungkin mereka malah bahagia. Buktinya banyak diantara mereka yang semakin bersemangat, kian giat berkarya, atau menjalani hari-hari yang santai tanpa ambisi selayaknya di masa muda. Aku tidak tahu rasanya menjadi mereka. Mereka sendirilah yang tahu rasanya bagaimana menjadi tua. Karena mereka ada di dalamnya.
Tetapi manusia dibekali akal. Supaya mampu menalar sesuatu tanpa harus menjadi sesuatu itu. Aku bisa memikirkan bagaimana kemungkinan jalan pikir seekor kucing tanpa harus menjadi kucing. Aku bisa memikirkan bagaimana rasanya menjadi tua dan sakit-sakitan, tanpa harus menunggu tua dan sakit-sakitan. Aku bisa memikirkan bagaimana rasanya hidup di masa Revolusi Prancis tanpa harus menggunakan mesin waktu ke abad delapan belas. Tetapi sebenarnya aku tidak tahu-tahu amat. Bahkan mereka yang berada di dalamnya juga, bisa jadi sebelumnya tidak tahu bahwa hal-hal tersebut adalah begitu adanya.
Dari tidak tahu menjadi tahu setelah berada di dalamnya ini mungkin menjadi sah untuk menjelaskan sesuatu, tentang rasanya mengetahui sesuatu. Tetapi hal demikian tidak selalu mungkin. Aku akhirnya tahu rasanya menjadi pengajar filsafat dan aku ingin membuat orang lain tahu bagaimana rasanya. Hal tersebut hanya menyebabkan orang tahu, tetapi tidak benar-benar tahu. Mereka tahu, mereka bisa membayangkannya, tetapi hanya sebatas itu. Ketika mereka sendirilah yang mengalaminya (menjadi pengajar filsafat), mereka kemungkinan akan mengatakan, "Oh, aku baru tahu bahwa menjadi pengajar filsafat ternyata rasanya seperti ini." Mereka pernah tahu, tetapi tidak benar-benar tahu.
Atas dasar itu, mungkin ya mungkin, tak ada yang perlu benar-benar dikhawatirkan dalam hidup ini. Kita takut miskin, kita takut mati, kita takut ditinggal orang tercinta, tetapi kita sebenarnya tidak tahu rasanya sebelum benar-benar berada di dalamnya. Aku pernah merasakan ditinggal orang tercinta. Ternyata begini rasanya. Aku sekarang tahu. Tadinya aku tidak tahu-tahu amat. Setelah tahu, apakah ada ketakutan itu? Tidak ada. Karena apa yang perlu ditakutkan? Kan, sudah kejadian.
Comments
Post a Comment