Beberapa waktu lalu, di grup WA sekolah saya dulu (entah SMP entah SMA atau bisa jadi keduanya), muncul ajakan untuk reuni. Tentu saja saya tidak tertarik menghadirinya. Dan ternyata benar, dari foto pasca reuni, yang datang ya itu lagi-itu lagi: mereka yang mungkin tidak kesulitan untuk memasuki ring pergaulan mainstream pada masa sekolah. Namun kita tahu tidak semua orang bisa seperti itu. Ada orang-orang yang sepanjang sekolah begitu tertutup sehingga sukar sekali bergaul. Bahkan beberapa diantaranya menjadi korban perundungan. Bagi mereka, reuni yang sifatnya besar-besaran bisa jadi merupakan mimpi buruk, semacam panggilan atas kenangan lama yang tidak mau diingat-ingat lagi.
Tentu saja orang-orang tereksklusi ini bisa jadi melakukan reuni, tetapi antar mereka sendiri. Bagi mereka yang melabeli diri sebagai outcast atau "orang-orang buangan", undangan "reuni akbar" bisa jadi tidak pernah terdengar benar-benar "akbar", karena yang terjadi adalah "reuni para pemenang", "reuni pergaulan mainstream" atau malah sebutan yang lebih buruk: "reuni para perundung". Jadi, apa motif reuni akbar jika tidak pernah benar-benar akbar? Bisa jadi hanya mengulang perasaan pernah berkuasa antara orang yang itu-itu juga. Lucunya, saat obrolan-obrolan mulai awkward(karena memang beberapa sudah tidak nyambung), mereka mulai mempraktikkan kekuasaan lamanya: berlaku sok kuasa, mengingat-ingat ejekan lama terhadap para outcast. Dengan kecenderungan semacam itu, para outcast mana mau hadir dalam reuni akbar?
Mungkin terdengar menyulitkan, tetapi bisakah acara reuni akbar tidak berhenti pada sekadar hura-hura? Nostalgia memang menyenangkan, tetapi bagi orang-orang yang melalui masa sekolah dengan pergaulan yang buruk, bisa jadi tidak banyak hal yang ingin diingat-ingat. Maksudnya, bisakah acara reuni akbar juga memiliki misi rekonsiliasi? Semacam acara maaf-maafan satu sama lain, tetapi diadakan serius dan mendalam, bukan selebrasi seperti halnya halal bi halal. Jika demikian adanya, reuni akbar bisa lebih bermakna, karena siapa tahu: ada orang-orang yang begitu membenci masa lalunya akibat kesulitan bergaul, dan membawa luka tersebut hingga dewasa. Memang semuanya sudah telanjur, tetapi sebuah permaafan tidak pernah terlambat. Setidaknya kenangan tentangnya tidak lagi terlalu menyakitkan, karena si pelaku atau siapapun itu, telah menyadari kekeliruannya di masa lampau.
Maka konsep reuni atau "bersatu kembali" juga adalah konsep yang unik. Bagi sebagian orang, lebih indah jika membayangkan surga sebagai reuni dengan orang-orang yang disayang, ketimbang bergaul dengan bidadari-bidadari yang baru dikenal. Bahkan pertemuan dengan Tuhan bisa jadi dibayangkan sebagai reuni: bahwa kita pernah berjumpa dengan-Nya, lalu berjumpa kembali, seperti nostalgia dengan "sahabat lama". Begitupun saat ada saudara atau teman dekat meninggal, kita kerap mengucap: sampai jumpa lagi. Ungkapan tersebut adalah keyakinan akan terjadinya sebuah reuni.
Maka reuni adalah semacam kepulangan. Reuni adalah pergi menuju masa lalu. Saat saya mengatakan: saya pulang. Saya sebenarnya sedang mengatakan: saya kembali pada mereka yang menerima saya. Maka itu juga konsep reuni mesti diperbaiki dari pengertian filosofisnya: ia harus menjadi tempat orang-orang diterima, dan juga disayang.
Comments
Post a Comment