Skip to main content

Tentang Pemikiran Marquis de Sade

Sekilas tentang Marquis de Sade   Marquis de Sade lahir di Paris, 2 Juni 1740 dengan nama Donatien Alphonse François de Sade. Ayahnya adalah tuan tanah dan pemilik properti sehingga dapat dikatakan bahwa de Sade berasal dari keluarga aristokrat. Pada usia 10 – 14 tahun, de Sade bersekolah di sekolah Yesuit bernama Louis le Grand. Di sekolah tersebut, de Sade sering mendapat hukuman penderaan atau pencambukan ( flagellation ). Tidak hanya itu, ia juga sering melihat orang-orang di sekolah tersebut mencambuk dirinya sendiri sebagai hukuman.  Semasa hidupnya, de Sade sering keluar masuk penjara dengan tuduhan terkait penistaan ( blasphemy ) dan percobaan pembunuhan. Artinya, perilaku seksual ganjil de Sade yang seringkali melakukan penyiksaan dalam melakukan hubungan seksual tidak masuk ke dalam alasan mengapa ia sering dipenjara. De Sade menikah dengan Renée-Pelagie yang meski mengetahui perilaku seksualnya yang ganjil, setia menemaninya hingga lebih dari dua puluh tahun. Meski ...

Mengkreasi - Dikreasi



Pendapat bahwa yang membuat sesuatu adalah sekaligus pengendalinya adalah hal yang bagi saya sudah usang. Pembuat memang serba mengetahui seluk beluk tentang apa yang dibuatnya hingga sampai tahap menjadinya, tetapi ia bisa jadi tidak mampu mengantisipasi apa-apa yang terjadi sesudahnya atau katakanlah, pada tahap pasca-eksistensinya. 

Bersama teman-teman pada sekitar tahun 2004, kami pernah menginisiasi komunitas musik klasik bernama KlabKlassik. Iya kami membuat rencana tentang mesti seperti apa KlabKlassik ke depannya, tetapi hal yang lebih sering terjadi adalah sebaliknya: rencana kami disetir oleh "makhluk" yang kami ciptakan sendiri. KlabKlassik mungkin pernah berkembang dalam arti tertentu, tetapi hal yang kerap terjadi adalah kami yang dibuat berkembang oleh KlabKlassik. Kami belajar dari apa yang kami inisiasi sendiri. 

Belakangan hal yang sama terjadi saat kami membentuk Kelas Isolasi pada tahun 2020. Saya tidak tahu akan seperti apa Kelas Isolasi ke depannya dan waktu itu Nino dan saya tidak punya bayangan yang terlalu jauh tentang masa depan kami. Bahkan saat kami mengkreasi "makhluk" ini, kami hanya bermodalkan keberanian saja plus pengetahuan filsafat yang bisa dikatakan pas-pasan. Namun seiring berjalannya waktu, Kelas Isolasi ternyata tidak bubar-bubar dan malah dapat dikatakan terus berkembang: kami menjadi dipaksa olehnya untuk memperdalam filsafat secara lebih intens. Ini bukan perumpaan yang dibuat-buat, tapi benar bahwa kami menjadi dikendalikan oleh Kelas Isolasi. Hidup kami dikendalikan oleh Kelas Isolasi. 

Sekarang saya paham kenapa pernyataan bahwa teknologi itu tergantung dari orang yang menggunakannya adalah pernyataan yang sudah tidak laku. Pernyataan antroposentris tersebut mengandaikan bahwa segala-galanya selalu dalam pengaruh pikiran dan kesadaran kita. Seolah-olah pikiran dan kesadaran ini mampu mengontrol dan memprediksi apapun. Dalam arti tertentu boleh saja kita optimis akan kemampuan daya pikir kita sendiri, tetapi kenyataannya tidak pernah sesederhana itu. Saya memiliki ponsel, tapi sekaligus ponsel itu memiliki saya; saya membuat kurikulum untuk mengajar di kelas, tetapi kurikulum itu kemudian yang menata jadwal dan kegiatan saya; saya menciptakan teknologi untuk menyelesaikan masalah lingkungan, tapi teknologi itu membuat masalah lain yang tidak sempat saya pikirkan. Pada pokoknya, saya bisa menghasilkan banyak hal sebagai produk dari pikiran saya, tapi produk tersebut kemudian yang "memproduksi saya". 

Dengan demikian, dalam arti motivasional (juga sekaligus demotivasional), proses kreasi bukanlah proses yang dalam sendirinya sudah final. Kita selalu menciptakan embrio yang pertumbuhannya selalu punya dua sisi: sisi yang bisa kita antisipasi dan sisi yang tidak bisa kita antisipasi. Entah pada akhirnya dia akan mati bahkan sebelum menjadi dewasa, jangan lupa, ia setidaknya pernah membuat kita berpikir tentangnya, ia pernah mengajari kita sesuatu tentang kematian yang terlalu cepat. 

Saya kira begitulah Tuhan saat mengkreasi. Ia punya sisi tahu dan sisi tidak tahu. Tapi Ia tahu sesuatu yang pasti: bahwa Ia mencipta dalam rangka untuk terus menjadi. Bahwa lewat ciptaan-Nya Ia sedang bertumbuh bersama ciptaan-Nya, supaya Ia sendiri bisa terus relevan bersama peradaban.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...