Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Selisih



Pada setiap kita berada di suatu peristiwa, kita ada di suatu peristiwa tersebut. Maksudnya, kita ada di sana, menjadi bagiannya, melebur dalam ruang dan waktunya. Namun saat ruang dan waktu itu sudah berbeda, kita kemudian punya kemampuan untuk menceritakannya ulang, dalam lisan maupun tulisan. Namun apapun itu yang direpresentasikan oleh lisan ataupun tulisan, bukanlah persisnya peristiwa "itu". Ia telah memiliki "selisih" antara yang berada di ruang dan waktu sejatinya, dan ruang dan waktu yang telah diceritakan ulang. 

Misalnya, terdapat periode yang kelihatannya rumit pada kehidupan Lacan antara tahun 1953 hingga 1962 terkait posisinya dalam beberapa asosiasi psikoanalisis. Sembilan tahun bukanlah periode yang bisa dikatakan singkat dalam kehidupan manusia. Namun kita membacanya bisa jadi sangat ringan, bahwa 1953 Lacan mengalami hal ini, lalu mengalami hal itu, begitu seterusnya hingga tahun 1962. Apakah aslinya demikian "ringan"-nya? Saya membayangkan tidak sama sekali: mungkin Lacan mengalami stres berat, menelpon temannya satu per satu, meminta pertolongan, galau berkepanjangan, memasuki ruangan dengan penuh curiga pada banyak kolega, dan sebagainya. Namun di hadapan sebuah kronologi kehidupan seseorang, kejadian demi kejadian rumit tersebut tampak berlalu begitu saja. 

Namun tulisan ini bukan hendak mempermasalahkan ketidakmungkinan representasi itu (bahwa peristiwa sejati adalah selalu peristiwa sejati yang tidak bisa diwakili oleh lisan atau tulisan yang terpisah ruang dan waktu). Justru selisih itulah yang penting dalam perjalanan umat manusia, bahwa dalam selisih, orang menafsirkan lebih jauh apa yang ada di antaranya: sebuah ruang dan waktu antara peristiwa dan non-peristiwa. Selisih itu diselami di antaranya lewat film, novel, riset-riset lebih jauh, atau sekadar berada di imajinasi orang-orang yang memikirkannya.

Problem selisih ini juga adalah salah satu keresahan yang dipikirkan filsafat berabad-abad. Karena segala sesuatu berselisih, maka segala sesuatu sekaligus takajeg sehingga perlu dirajut oleh fondasi metafisis yang kokoh. Pada segala selisih yang terjadi, filsafat menyatukannya dalam macam-macam klaim, mulai dari akal budi yang mengetahui segala, rasio murni hingga dialektika sejarah. Kita mencoba "menyatukan" selisih lewat pikiran-pikiran, menjadikannya sesuatu yang sebenarnya satu rangkaian, satu gerbong, dengan lokomotif bernama metafisika. Usaha mengatasi selisih, adalah hal terbesar yang dilakukan rasio

Namun selisih adalah sekaligus ketertutupan, sesuatu yang hanya mampu dikunjungi oleh memori seseorang atau suatu kelompok ke masa-masa terjadinya peristiwa "itu". Selisih tidak bisa ditampik kebenarannya, meski bisa disikapi berbeda-beda atas kebenaran tersebut. Pada seseorang yang baru saja patah hati, ia mengalami selisih itu, duduk di antara kehancuran cinta dan berseminya cinta, ia berada dalam tegangan antara hidup yang kehilangan jalannya dan hidup yang pernah begitu bertujuan. 

Pada akhirnya yang kita kenang sekaligus rayakan, adalah selisih itu, bukan tentang masa lalunya, bukan tentang perasaan di masa kini, tetapi hal-hal yang berada di antaranya, yang terpisah oleh ruang dan waktu, tetapi kita kerap meregang bersamanya, menghidupi tegangannya. Antara narasi tentang Lacan dan peristiwa yang sebenarnya dihadapi Lacan, pada rongga-rongga itu kita menikmati imaji-imaji tentangnya.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...