Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Roger



Beberapa hari yang lalu, Roger Federer memutuskan untuk pensiun. Saya tidak perlu menceritakan siapa Roger dan apa saja pencapaiannya karena segala informasi tersebut beredar luas di internet. Namun apa yang akan dituliskan di sini lebih pada kesan saya menonton Roger dan "hidup bersamanya". Roger tentu saja istimewa bagi banyak orang. Ia tidak hanya meraih banyak gelar Grand Slam, tetapi gaya permainannya juga memikat. Orang boleh mengatakan Nole hebat, Nadal hebat, tetapi kehebatan tidak selalu tentang keindahan. Kehebatan bisa diraih dengan cara-cara yang tidak indah, kehebatan tidak harus diraih "dengan gaya". Kehebatan juga bisa diraih dengan hanya kekuatan, dengan hanya kemenangan demi kemenangan tanpa perlu dipikirkan cara-caranya. 

Bahkan keindahan, jika terlalu dipikirkan, bisa jadi merupakan semacam "kejahatan", suatu proses yang bertele-tele untuk meraih hati penonton tanpa harus mencapai tujuan "sebenarnya", yaitu kemenangan. Tim sepakbola Italia dan klub-klub di liganya pernah menganut hal tersebut. "Catenaccio" bukanlah sesuatu yang indah dengan hanya bertahan terus-terusan demi mencuri satu gol dua gol untuk kemudian "parkir bus" mempertahankannya. Tapi toh, bagi para penganut anti-keindahan itu, menang tetaplah menang. 

Roger berbeda. Ia menunjukkan keindahan dalam bermain. Menariknya, ia juga menang. Kalaupun ia kalah, kelihatannya penonton tidak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa dia memang indah dalam bermain, enak dilihat. Backhand-nya khas, dan caranya bergerak tampak menyenangkan, termasuk footwork-nya. Petenis lainnya, Richard Gasquet, bahkan memuji Roger sebagai petenis yang punya "keindahan dan keberkatan", sehingga jumlah raihan Grand Slam tidak jadi terlalu penting jika dibandingkan hal yang lebih "ilahiah" itu. Disamping itu, Roger juga tidak banyak "aneh-aneh". Ia kelihatan sebagai orang yang fokus pada tenis. Jarang meledak-ledak tanpa sebab, tidak pernah punya berita sensasional di luar lapangan, dan tampak mempraktikkan keluarga monogami sempurna dengan istrinya yang selalu mendukung di pinggir lapangan beserta dua pasang anak kembarnya. 

Roger menemani hidup saya mungkin lebih dari lima belas tahun. Memang tidak setiap ia tampil saya nonton, karena akses ke tontonan turnamen tenis internasional juga tidak selalu mudah didapat. Namun saya ingat beberapa pertandingan pentingnya yang mengesankan, dan berulangkali nonton klipnya di YouTube setiap ada waktu luang. Dalam setiap pertandingan, Roger tidak selalu dominan. Ada kalanya dia berada di bawah tekanan. Beberapa kali ia ketinggalan, seperti di ujung break point lawan atau hampir kalah di masa tie break. Roger tidak selalu bisa membalikkan posisi tertekan ini, tapi saat dia mampu, decak kagum menjadi lebih berlipat: Roger tidak hanya indah saat berada di atas angin, ia juga bisa tetap indah saat keadaan tak menguntungkan. 

Lima belas tahun-an saya hidup bersama Roger dan saat ia memutuskan pensiun, maka saya menganggapnya putusan tersebut adalah sekaligus menandai berakhirnya sebuah era. Nole dan Nadal masih bermain, tetapi saya tidak pernah melihat mereka seperti Gasquet melihat Roger: punya "keindahan dan keberkatan". Era tersebut bukan hanya tentang tenis, tapi juga era dalam hidup saya, yang sekaligus hidup bersama Messi dan Ronaldo - yang juga menjelang musim-musim terakhirnya. Pernah ada era di mana ambisi dan semangat saya juga hidup bersama tokoh olahraga favorit saya. Melihat mereka bermain, rasanya sejalan dengan bagaimana saya tetap bersemangat meraih cita-cita lewat "mental juara". Namun menuanya mereka, pensiunnya mereka, membuat saya sadar bahwa sehebat apapun para olahragawan itu, mereka tidak bisa menolak hukum alam bahwa kondisi fisik, pasti mengalami penurunan. 

Bersamaan dengan itu, saya menjadi sadar bahwa waktu juga telah berlalu dan tubuh saya juga menua, "rasa lapar" untuk meraih kemenangan itu juga memudar. Manusia akan "kalah" pada akhirnya, oleh kenyataan tak terbantahkan dari hukum alam dan yang tersisa cuma kenangan tentangnya, perkara kejayaan untuk diingat-ingat. Dan dari mana-mana yang bisa diingat-ingat itu, yang paling mudah adalah perkara "keindahan dan keberkatan". Kehebatan, kejayaan, selalu memerlukan "korban" dari pihak yang tidak hebat dan tidak jaya, tetapi "keindahan dan keberkatan" menghaluskannya. Gasquet tahu dia selalu kalah melawan Roger, tetapi "keindahan dan keberkatan" membuat berbagai kekalahan itu tidak jatuh menjadi kekecewaan. Kita tidak bisa kesal di hadapan "yang indah".

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...