Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Tentang Komik Charles Handoyo


Akhir tahun lalu, saya dikontak oleh Penerbit Footnote. Katanya, adakah naskah yang kira-kira bisa diterbitkan, utamanya terkait demotivasi? Saya bilang belum ada, terlebih lagi, Kumpulan Kalimat Demotivasi edisi tiga rencananya akan saya terbitkan kembali di Buruan and Co., seperti dua edisi sebelumnya. Namun saya punya beberapa ide yang mungkin bisa dijalankan. Pertama, ide tentang buku berjudul Sop Kikil, yang menjadi pelesetan Chicken Soup for Soul. Isinya, tentu saja, kisah-kisah tentang kegagalan hidup. Kedua, ide tentang pengembangan tokoh Charles Handoyo, tokoh yang disebut-sebut dalam Kumpulan Kalimat Demotivasi 2.

Siapakah Charles Handoyo? Saya akan menceritakan sedikit asal usul tokoh ini. Sebenarnya tokoh ini adalah rekaan Jason Limanjaya, kawan saya, seorang pianis jazz sangat berbakat, dengan pola pikir yang memang agak unik. Waktu saya mulai membuat instagram @kumpulankalimatdemotivasi, Jason kemudian berkontribusi dalam salah satu konten dan meminta namanya ditulis dengan "Charles Handoyo". Saya pikir nama tersebut unik, "motivator banget". Akhirnya, saat menulis Kumpulan Kalimat Demotivasi 2, tokoh Charles Handoyo dimunculkan entah dalam satu atau dua bab, tapi tidak terlalu menonjol. 

Kesempatan dari Penerbit Footnote ini kemudian dimanfaatkan untuk menonjolkan tokoh Charles Handoyo. Nah, pertanyaan berikutnya, formatnya mau bagaimana? Jika berupa teks, tentu berpotensi ada kesamaan tipis-tipis dengan Kumpulan Kalimat Demotivasi. Akhirnya diputuskan untuk mencoba format komik atau, dalam bahasa yang lebih menjual, novel grafis. Masalah berikutnya adalah mencari siapa yang menggambar, karena saya sendiri tidak bisa menggambar. Sempat terpikir nama Amenk, ilustrator Kumpulan Kalimat Demotivasi 2, tapi akhirnya pilihan jatuh pada Eko Priyantoro, kawan yang berbakat dalam menggambarkan sesuatu yang lebih tepat dikatakan absurd daripada lucu. Menariknya, Eko tidak hanya piawai menggambar, tapi juga menyumbang ide cerita. 

Singkat cerita, saya menyusun kisah Charles Handoyo: Sang Demotivator, dari dia lahir, sekolah, pergi ke luar negeri, sampai pulang ke Indonesia, menjadi motivator, hidupnya berubah menderita, dan berbalik menjadi demotivator. Sebenarnya, yang saya tuliskan ini adalah gambaran yang sangat umum. Namun Eko, sesuai dugaan, dapat menerjemahkan ide yang umum tersebut menjadi detail-detail menarik yang mengejutkan. Ia bisa memasukkan potongan adegan Pertobatan Mulyono atau memasukkan beberapa filsuf seperti Nietzsche atau Sartre. Secara umum, komik ini, bagi saya, begitu aneh, banyak tidak nyambungnya, tapi meski demikian, saya sendiri banyak terpingkal-pingkal melihat akrobat Eko dalam menafsirkan cerita. Setidaknya Eko mengerti, bahwa demotivasi adalah "kritik atas apa yang klise". Jika kita berharap ending komik yang mengharukan dan penuh glorifikasi terhadap tokoh utama, Charles Handoyo: Sang Demotivator, kelihatannya akan sangat berkebalikan dengan harapan-harapan semacam itu.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...