Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Hacksaw Ridge dan Kosmopolitanisme


Hampir di waktu bersamaan saat saya menonton Hacksaw Ridge (2016) di Netflix, saya juga tengah menyiapkan materi presentasi tentang kosmopolitanisme-nya Kwame Anthony Appiah untuk Kelas Isolasi. Sekilas, kedua hal ini tidak berkaitan sama sekali - Hacksaw Ridge bercerita tentang prajurit Kristen yang taat bernama Desmond Doss, sementara kosmopolitanisme adalah gagasan hidup bersama dalam dunia yang penuh perbedaan. Namun ternyata, melalui Hacksaw Ridge, saya bisa dengan cepat memahami gagasan Appiah dalam teksnya yang berjudul Ethics in a World of Strangers (2006). 

Hacksaw Ridge berkisah tentang prajurit yang ingin terjun di medan Perang Dunia II bersama Amerika, tetapi karena dogma Kristen-nya, Doss enggan memegang senjata dan membunuh siapapun. Ia hanya ingin menjadi medis di medan pertempuran. Niatnya ini menjadi bahan celaan teman-teman dan juga komandannya. Mereka menganggap Doss mengada-ada: mana mungkin tidak membunuh di medan perang? Setelah melalui serangkaian prosedur yang rumit, Doss akhirnya diizinkan untuk bertempur tanpa senjata. Di Pertempuran Okinawa, Doss benar-benar membuktikan tekadnya tersebut. Ia dengan aktif menolong teman-temannya yang terluka di tengah gempuran hebat tentara Jepang. Doss, yang awalnya diremehkan karena keyakinannya, berbalik dihormati. 

Apa kaitan antara keyakinan Doss dan kosmopolitanisme-nya Appiah? Salah satu gagasan kunci dalam kosmopolitanisme adalah tertarik dan mau mempelajari keyakinan orang lain, tanpa harus setuju, hingga akhirnya mengerti nilai-nilai yang diyakini oleh orang lain tersebut. Kosmopolitanisme menegaskan perbedaan sikap dengan positivisme, yang menurut Appiah berpotensi membuat kita meremehkan keyakinan orang lain karena tidak sesuai dengan standar yang kita pegang (Misalnya: "Pergi haji ke Mekkah adalah perbuatan konyol dan tidak rasional") dan juga relativisme, yang bagi Appiah terlalu menegaskan perbedaan satu sama lain tanpa mesti peduli (Misalnya: "Oke, kita berbeda, mari berjalan masing-masing sesuai dengan apa yang diyakini"). Appiah mengajak kita untuk memahami dan belajar dari "cerita" orang ataupun kebudayaan lain, karena pasti ada nilai-nilai yang "sama". Salah satu adegan dalam Hacksaw Ridge menunjukkan bagaimana tentara lainnya, meski tidak sepaham dengan Doss, mengerti kekuatan keyakinan Doss dan akhirnya minta didoakan (meski tidak semua percaya Tuhan). Intinya, mereka mengerti arti keyakinan tersebut bagi Doss. 

Gagasan Appiah mendapat tantangan dari pertanyaan seputar apakah kita mesti permisif terhadap tindakan intoleran? Apakah kita harus tertarik dan belajar pada aksi terorisme yang "jelas-jelas salah"? Membela Appiah pada posisi ini memang berat, tetapi renungkan sejenak: tidakkah orang yang kita sebut sebagai teroris itu, sama halnya dengan kita, punya sesuatu yang dianggap benar? Jangan-jangan, bagi mereka, kita lah teroris sesungguhnya (Appiah menekankan pentingnya evaluasi diri dalam dialog kebudayaan). Kisah fiksi, cerita-cerita dalam novel ataupun film, bagi Appiah, membantu kita untuk memahami perbedaan tersebut. The Godfather, misalnya, novel karya Mario Puzo, membuat kita tidak hanya memahami kehidupan mafia dari satu sisi saja (sebagai pihak yang jahat dan melanggar hukum, misalnya), tetapi memahami bahwa mereka juga sama dengan kita: menganut prinsip keadilan, cinta keluarga, kesetiaan dan sebagainya.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...