Di usia saya yang sekarang hampir 36, hal-hal terkait masa muda mulai terasa sebagai sesuatu yang jauh. Pikiran dan tubuh pelan-pelan kian "matang", sekaligus meninggalkan masa silam yang dipenuhi eksperimen dan "kebodohan". Namun kerinduan akan masa muda tidak dapat ditolak. Di masa tersebut, konsep "tanggung jawab" tidaklah sedemikian besar dan seolah-olah segalanya dapat dilakukan sesuka hati tanpa banyak pertimbangan. "Kebodohan" tersebut justru merupakan hal yang paling dirindukan, karena di usia sekarang, yang seolah "berpengetahuan", segalanya malah terasa melelahkan.
Musik ternyata mampu mengaitkan saya dengan momen-momen tertentu, termasuk momen di masa muda. Musik-musik tersebut, di masanya, belum tentu saya sukai, dan bahkan kadang merasa norak jika mendengarkannya. Misalnya, di masa remaja, saya tidak suka sama sekali mendengarkan musik-musiknya Reza Artamevia atau Shanty. Namun saat tidak sengaja mendengarkannya di masa sekarang, musik-musik tersebut malah menjadi sangat indah, mengingatkan pada masa-masa saat pola pikir ini masih "sempit", tapi justru tidak berpikir terlalu luas itu sangat menyenangkan! Hidup hanya untuk mengejar cinta, hidup hanya untuk memuaskan nafsu sesaat, hidup hanya untuk membohongi orangtua, hidup hanya untuk memenuhi cita-cita sementara, dan seterusnya.
Memang kita bisa dengan mudah mengingat masa-masa itu dengan cara memikirkannya. Namun musik, entah kenapa, mampu mengantarkannya dengan lebih cepat. Bahkan dalam momen tertentu, saya merasa bisa "bersembunyi" di balik musik. Maksudnya, saat realitas yang dihadapi terlalu rumit, masa lalu adalah pelarian yang menenangkan. Di masa lalu itu, saya beristirahat sejenak sambil mengingat kembali bahwa apa yang telah terjadi, entah itu sesuatu yang baik ataupun yang buruk, keduanya ternyata sama "baik" saat sudah disimpan dalam kenangan.
Albert Camus dalam novelnya yang berjudul Orang Asing menggambarkan bagaimana Meursault mengingat masa lalunya, tepat beberapa saat sebelum ia dieksekusi. Tentu bukan tanpa alasan mengapa Camus tiba-tiba mengantarkan pembacanya pada masa lalu Meursault. Saat Camus kerap menggaungkan bahwa hidup ini sia-sia dan kita tidak bisa melarikan diri pada hal-hal di masa depan seperti ekspektasi palsu atau hidup setelah mati, maka tawaran Camus menjadi jelas, bahwa masa lalu adalah pegangan dalam menghadapi absurditas.
Masa lalu adalah milik kita sendiri. Hal yang tertanam dalam ingatan dan juga tubuh. Dengan demikian, musik yang tiba-tiba mengantarkan kita pada kenangan, adalah musik yang juga begitu personal. Tidak bisa dianalisis, tidak bisa ditelaah secara objektif soal melodi, ritmik, dan harmoninya. Musik sebagaimana dibaca oleh Eduard Hanslick sebagai sesuatu yang ketat, dalam konteks ini menjadi tidak relevan. Musik justru berharga, karena relasinya dengan dunia manusia dan ingatan-ingatan yang ada di dalamnya.
Comments
Post a Comment