Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Memasak dan Memori Tubuh

MEMASAK DAN MEMORI TUBUH

Dalam beberapa bulan terakhir, saya intens belajar masak. Alasannya apa? Hanya ingin mencoba saja. Semacam ingin memasuki area lain dalam kehidupan. Kebetulan memang apartemen yang saya tinggali lokasinya sangat dekat dengan pasar. Di pasar, bahan-bahan untuk memasak tidak hanya relatif lengkap, tetapi juga murah. Hampir setiap hari saya mencoba menu-menu baru yang dipelajari dari Youtube, mulai dari masakan keren-kerenan (Jepang, Eropa) sampai yang rumahan. Dari sekian menu yang saya masak, yang membanggakan (sejauh ini) justru yang rumahan itu. Saya mulai bisa memasak perkedel kentang, perkedel jagung, sambal goreng kentang, tempe bacem, sampai tongkol balado.

Apa renungan yang saya dapat dari masak memasak ini? Khususnya tentang masakan rumahan, saya tiba-tiba ingat banyak adegan di masa kecil hingga remaja. Percakapan yang saya dengar setiap pagi antara bibi, tante, ataupun mamah, beberapa di antaranya adalah seputar resep dan teknik memasak. Pada masa itu, saya sama sekali tidak menganggap apa yang dibicarakan itu bermakna. Saya hanya tahu hasilnya saja alias memakan masakannya. Tentu saja ada rekaman dalam ingatan tentang bagaimana bibi mengulek, menggoreng, dan menyiapkan masakan, tetapi sekali lagi, hal tersebut adalah bagian dalam hidup yang dianggap "kurang penting".

Setelah menjalani kegiatan memasak, termasuk membeli bahan-bahan dan memprosesnya sendiri, maka ingatan saya memanggil-manggil tentang masa itu. Sekarang menjadi mengerti apa makna "bawang beureum", "laja", "direndos", dan istilah lainnya. Tidak hanya tentang istilahnya saja, melainkan juga apa yang sebenarnya bibi, tante, dan mamah lakukan secara persis: mereka mengerjakan sesuatu yang sama setiap hari agar tidak hanya kami bisa makan, tetapi juga agar kami tidak bosan dengan makanannya!

Dengan demikian, memasak kian menjadi hal yang tidak sederhana. Memasak sendiri bagi saya bukan lagi sebatas urusan mengenyangkan, murah, atau paling jauh masuk ke urusan kreativitas, tetapi melampaui itu: memasak adalah usaha membangkitkan kembali beraneka memori yang tersimpan dalam tubuh. Paradoksnya, meski memasak menjadi tidak sederhana, tetapi justru di sisi lain, mengajak saya untuk menjadi lebih sederhana. Lebih sederhana dalam artian, ternyata apa yang saya yakini sebagai "ketinggian peran akal budi", tidak luput dari peran "ulekan si bibi".

Bibi tidak berfilsafat dalam artian mengutip-ngutip Plato, Kierkegaard, atau Heidegger, tetapi bibi bisa jadi berfilsafat dengan seluruh tubuh yang mengulek dan menggoreng. Melalui tubuhnya itu, ia melakukan penghancuran unsur-unsur (bahan masak) untuk kemudian bertransformasi menjadi pemenuhan kebutuhan dirinya, pemenuhan kebutuhan kami, kebahagian kami, dan dalam perspektif keabadian, menjelma menjadi apalah itu yang disebut "filsafat" dan "kebudayaan" yang secara arogan saya pikir itu adalah hasil kerja keras saya sendiri saja.

Pada titik itu saya merasa bahwa kalau apa yang kita agung-agungkan itu ternyata dibangun di atas hal-hal "sederhana", lantas, apa kerennya berpikir dan bersikap "sok tidak sederhana"?

filsafat tubuh

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...