Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Bidadari Merah Putih: Brecht Sa-Brecht-Brecht-Na

Analisis Pertunjukan sebagai Penonton (Padahal aslinya Penata Musik) 


Kita bisa mulai menganalisis teater Bidadari Merah Putih (selanjutnya disebut dengan BMP) dari sudut pandang estetikanya. Pertama, BMP menyajikan cukup banyak adegan, dengan hubungan yang seringkali tidak terlalu linear - atau ada distraksi-distraksi yang membuat penonton bertanya-tanya, untuk apa ada adegan ini? -. Kedua, dalam pertunjukan ini, kita bisa melihat aktor memerankan beberapa peran, mulai dari tokoh utama sampai menjadi properti seperti "bunga" dan "putri malu". Ketiga, BMP juga sering sekali melakukan "breaking the fourth wall" atau teknik berbicara pada penonton seperti dialog tokoh Jaya Mugiri berikut ini: 

"Eh penonton, tingalikeun, maenya rek mabok wae meni Demi Alloh." 

Ketiga hal tersebut merupakan ciri kuat dari bentuk teater Brechtian yang digagas oleh Bertolt Brecht. Misalnya, kaitannya dengan "breaking the fourth wall", gagasannya adalah seperti dituliskan oleh John Willet dalam Brecht on Theatre (1964): 

"The use of direct audience-address is one way of disrupting stage illusion and generating the distancing effect." 

Sementara perubahan-perubahan peran juga adalah sebagai suatu metode dari Brecht untuk menghindari empati berlebihan dari penonton pada tokoh tertentu saja (sebagaimana terjadi pada umumnya pertunjukan yang mengedepankan gaya akting Stanislavskian). Ini dilakukan Brecht sebagai cara untuk menumbuhkan empati-intelektual, bukan empati-emosional, sebagaimana dituliskan oleh Fredric Jameson dalam Brecht and Method (1998): 

"By being thus 'distanced' emotionally from the characters and the action on stage, the audience could be able to reach such an intellectual level of understanding (or intellectual empathy).

Jadi kita bisa katakan bahwa BMP, dalam permainannya di atas panggung, selalu berusaha menjaga jarak dengan penonton lewat teknik-teknik di atas. Misalnya, narator muncul secara bergantian, yang tidak hanya menyapa penonton, tapi juga menyapa sesama aktor. Belum lagi aktor longser, Ari Jon, juga sering dimasukkan secara tiba-tiba oleh sutradara, sebagai cara untuk menginterupsi seluruh pertunjukan, baik dari sudut pandang penonton maupun pemain itu sendiri. Kehadirannya menyeruak begitu saja, dalam momen-momen yang tidak terprediksi, membuat aktor lain harus cukup siap untuk mengantisipasi dan meresponsnya. 

Pertanyaan besarnya, apa yang diharapkan dari sebuah pertunjukan dengan gaya Brecht? Brecht menyatakannya sambil melayangkan kritik pada gaya Stanislavsky, yang menurutnya "mengilusi penonton pada level empati yang seringkali menjadikan mereka lupa pada keadaan sekitar". Brecht ingin agar pertunjukan teater adalah pertunjukan santai seperti halnya menonton tinju. Dengan demikian pesan-pesan moral ataupun kritik sosial justru lebih tersampaikan karena penonton senantiasa dalam kondisi sadar ketika menyaksikan pertunjukan. 

Ini diperlukan tentu saja, dalam konteks BMP karena sang sutradara, Yusef Muldiana, memang begitu kental menyajikan kritik sosial. Ini pertunjukan tentang dua tokoh politisi yang berpoligami, yang satu istrinya dua, satu lagi istrinya empat. Keduanya memperebutkan kursi kekuasaan, dan dalam kapasitasnya yang belum jadi pemimpin pun, mereka digambarkan sudah berani melakukan pemberangusan terhadap kebebasan. Imbasnya jadi meluas pada kisah cinta anak-anak mereka. Cinta jadi terbatas pada aspek-aspek transaksional ekonomi maupun politik yang tidak lepas dari ambisi para orangtua. 

Selain disampaikan melalui komedi yang segar sekaligus satir, bisa jadi dengan suguhan teater yang "Brecht Sa-Brecht-Brecht-na" saja, kritik sosial dalam BMP menjadi lebih mengena.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...