Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Pandangan Althusserian

(Tulisan ini adalah pengembangan Power Point yang dipresentasikan di acara KAA: Dari Pancasila ke Dasasila pada tanggal 1 Juni 2017)

  • Topik ini dipilih untuk memberi variasi pandangan setelah pembicara lain, Desmond Satria Andrian memaparkan tentang "Historisitas Pancasila" dan Dian Andriani memaparkan tentang "Pancasila sebagai Sumber Hukum". Saya ingin agar para hadirin sedikit melihat kembali Pancasila sebagai sebuah ideologi, yang maka itu, tidak haram untuk dikritisi. Justru kritik perlu dilancarkan untuk membangun kembali pemahaman yang lebih kuat - yang bisa berangkat dari apologi atas kritik tersebut -.  

Apa itu Ideologi?

  • Berasal dari dua kata dalam Bahasa Yunani yaitu idea dan akhiran -logia. Idea secara etimologis artinya bentuk atau pola. Idea dalam konteks ini lebih ke arah ide dalam pemahaman John Locke, yang berarti "abstraksi dari kenyataan" dan bukan ide a la Rene Descartes yang sifatnya innate atau bawaan. Sedangkan akhiran -logia diartikan secara kontekstual sebagai "ilmu tentang - ".
  • Diungkapkan pertama kali oleh Antoine Destutt de Tracy. seorang pemikir yang sempat dipenjara di Masa Teror (bagian dari Revolusi Prancis) di bawah kekuasaan Maximilien Robespierre. Ia menyebut ideologi sebagai "ilmu tentang ide-ide", yang harusnya dipakai untuk menentang irasionalitas - Irasionalitas di sini menunjuk pada konteks di Masa Teror yang mana otoritas di masa itu berusaha menebar ketakutan dengan melakukan hukuman mati terhadap puluhan ribu orang tanpa pengadilan -. De Tracy mengatakan bahwa ideologi yang dimaksud adalah ideologi liberal yang percaya pada kebebasan individu, kepemilikan, pasar bebas, dan pembatasan kekuasaan negara. 
  • Lalu Willard A. Mullins, dalam bukunya yang berjudul On The Concept of Ideology in Political Science mengatakan bahwa ideologi harus dibedakan dengan utopia ataupun mitos. Ideologi setidaknya terbentuk dari empat karakteristik dasar:  
  1. Ia harus mampu menguasai pikiran. 
  2. Ia harus mampu mengevaluasi program dan kebijakan.
  3. Ia harus mampu menjadi panduan serta alasan bagi berbagai tindakan bagi siapapun yang termuat dalam ideologi tersebut. 
  4. Ia harus logis.    
  • Kemudian Terry Eagleton, seorang pemikir asal Inggris, dalam publikasinya yang berjudul Ideology: An Introduction, menyebutkan sejumlah definisi ideologi yang beberapa diantaranya bersifat peyoratif - seperti kata Marx dan Engels-. Definisi-definisi tersebut antara lain: 
  1. Proses produksi makna, tanda, dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial.
  2. Ide yang melegimasi kekuatan politik yang dominan.
  3. Distorsi komunikasi yang sistematis.
  4. Bentuk pemikiran yang didorong oleh kepentingan sosial tertentu.
  5. Kebingungan antara bahasa dan realitas. 
  • Slavoj Zizek, pemikir asal Slovenia, dalam video Youtube yang berjudul What is Ideology?, mengatakan bahwa ideologi adalah seperti apa yang digambarkan dalam film tahun 1988 berjudul They Live. Pada film itu, tokoh utama bernama John Nada, tiba-tiba mendapati kiriman sedus kacamata di apartemennya. Kacamata itu, jika dipakai, selain menimbulkan efek hitam putih, juga melihat segala pesan tersembunyi di balik sesuatu. Misalnya, ketika melihat papan iklan berjudul "Come to Caribbean", jika menggunakan kacamata maka akan terlihat bertuliskan "Marry and Reproduce". Jika kacamata tersebut terus digunakan, maka dimana-mana akan terlihat "arti sesungguhnya" dari segala visual, misalnya: "consume", "obey", "no thought", dan sebagainya. Menurut Zizek, ideologi berarti "sesuatu yang tersembunyi" dan kacamata tersebut adalah analogi bagi kritik ideologi. Ia harus dipakai terus menerus untuk melihat ideologi apa yang bekerja secara sistematis ada di sekitar kita. 


Pandangan Althusserian Tentang Ideologi
  • Louis Althusser, seorang pemikir Neo-Marxisme asal Prancis, mengurai ideologi secara lebih rinci beserta kritiknya. Kritik ideologi yang ia lancarkan, merupakan pengembangan pemikiran Marx dan Engels yang dituangkan dalam manuskrip The German Ideology (1846). 
  • Althusser menyebutkan bahwa karakter ideologi adalah kemampuan melakukan interpelasi atau pemanggilan. Interpelasi mengubah individu menjadi "subjek yang terpanggil". Artinya, ideologi masuk ke alam bawah sadar, membuat orang yang tadinya tidak peduli, kemudian mau bergerak atas nama ideologi. 
  • Althusser membagi penyebaran ideologi ke dalam dua aparatus yaitu Repressive State Apparatuses (RSA) dan Ideological State Apparatuses (ISA). RSA adalah elemen yang memaksakan ideologi secara represif lewat tentara, polisi, penjara, dan undang-undang. Sedangkan ISA adalah elemen yang menyusupkan ideologi secara halus lewat institusi seperti agama, pendidikan, politik, komunikasi, kebudayaan, hukum, perdagangan, hingga keluarga.
  • Berbeda dengan Marx dan Engels yang dalam The German Ideology mengatakan bahwa ideologi punya kaitan historis dengan nilai-nilai proletariat, justru Althusser mengatakan bahwa sifat ideologi ini ahistoris. Mereka diciptakan begitu saja agar masyarakat mengikutinya. Bukan nilai-nilai masyarakat yang menjadi dasar ideologi, tapi nilai-nilai ideologilah yang menjadi dasar masyarakat.
  • Untuk yang kali ini, Althusser sepakat dengan Marx dan Engels bahwa ideologi menciptakan hubungan imajiner antara individu dengan kondisi riil di sekitarnya. Ideologi bersifat ilusif, seolah-olah punya kaitan dengan persoalan-persoalan mendasar kemasyarakatan, padahal tidak sama sekali - justru persoalan itu dibuat dengan semena-mena oleh ideologi -. 



Relevansi dengan Pancasila

  • Apakah Pancasila berhasil melakukan interpelasi terhadap kita?
  • Apakah Pancasila bersifat ahistoris?
  • Apakah Pancasila merupakan representasi hubungan imajiner antara individu dengan kondisi riil di sekitarnya? 
  • Bagaimana cara agar kita bisa merebut IRS untuk menyebar ide-ide segar tentang Pancasila?


Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...