Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Kita dan Ivan Dmitrich


Ivan Dmitrich Gromov adalah salah satu tokoh dalam cerpen Ruang Inap no. 6 yang ditulis oleh Anton Chekhov. Ia adalah orang yang menjadi gila oleh sebab rasa takutnya pada sekeliling. Ivan Dmitrich sesungguhnya mahasiswa yang cerdas dan rajin membaca. Namun sejak keluarganya mengalami keruntuhan ekonomi, kejiwaannya mengalami degradasi sedikit demi sedikit. Ia menjadi takut dijebloskan ke penjara. Ia merasa orang-orang tengah berkomplot untuk menjebloskannya ke penjara. Ketika terjadi peristiwa pembunuhan di kotanya, ia merasa bahwa orang-orang menuduh ia yang menjadi pembunuhnya. Bunyi dering atau denting pintu gerbang membuatnya terperanjat dan berkeringat dingin. Tukang tungku yang rutin memindahkan tungku di dapur ia curigai sebagai polisi yang menyamar sebagai tukang tungku. Ivan Dmitrich tak terhindarkan lagi untuk dijebloskan, bukan ke penjara, melainkan ke tempat perawatan orang-orang sakit jiwa yang dinamakan dengan Ruang Inap no. 6.

Sekilas mungkin kamu setuju bahwa Ivan Dmitrich cocok dimasukkan ke Ruang Inap no. 6 karena ia memang gila. Tapi ada persamaan antara Ivan Dmitrich dengan perilaku kita semua, orang-orang modern. Mungkin kita bisa mengambil contoh dari Pak Awal Uzhara yang ia mengaku sendiri bahwa ia punya perilaku mirip dengan Ivan Dmitrich. Bedanya, Pak Awal, sebagai orang yang baru pulang ke Indonesia setelah tinggal berpuluh tahun di Rusia, merasa bahwa setiap orang adalah intel yang menyamar sebagai orang biasa, dan ingin mendeportasinya kembali ke Rusia. Adakah sifat semacam ini pada diri kita semua?

Dunia modern adalah dunia yang dipenuhi kepastian tapi juga sekaligus sikap-sikap paranoid. Padahal, sikap paranoid normalnya datang dari dunia yang masih diliputi kemistisan dan apa-apa tindakan tergantung dari kemauan alam. Kita pantas untuk takut oleh dunia seperti itu karena apa yang terjadi ke depan begitu sulit diprediksi. Namun anehnya, dunia modern yang lebih presisi justru lebih mampu menciptakan individu-individu semacam Ivan Dmitrich. Kita melihat sedemikian terancamnya kita oleh sebab lampu jalan raya yang durasi warna merahnya terlalu lama, uang gaji yang kurang seribu, persiapan pernikahan, asuransi yang terlambat dibayar, anak yang lahir, hingga orang-orang yang lalu lalang di depan rumah. Kita sering merasa bahwa situasi demikian adalah bagaikan "polisi yang menyamar sebagai tukang tungku".

Kapitalisme, lagi-lagi kapitalisme, dengan cerdik memanfaatkan kecenderungan kita yang seperti Ivan Dmitrich itu. Mereka sadar betul bahwa sikap paranoid ini sedemikian menawan untuk dieksploitasi. Tembok-tembok besar dibangun untuk menjadi pembatas antara manusia satu dengan manusia lainnya sehingga masing-masing individu merasa nyaman dan tidak bertemu "polisi yang menyamar sebagai tukang tungku". Itu mengapa rumah mewah berdinding tinggi yang berada di kompleks dengan penjagaan sana sini lebih mahal harganya daripada rumah di gang-gang yang aksesnya begitu mudah dimasuki dari mana-mana. Itu mengapa mobil travel dengan kursi sedikit mempunyai harga lebih mahal daripada mobil travel yang berjejal-jejalan. Dunia modern tidak melulu soal rasionalitas dan kemajuan teknologi. Kita juga berhadapan dengan situasi dimana orang begitu ketakutan bertemu dengan orang lain. Kita semua sesungguhnya adalah seperti Ivan Dmitrich. Hanya saja kita tidak dijebloskan ke rumah sakit jiwa. Hanya dibiarkan berkeliaran agar segala ketakutan itu menjadi biasa.

Comments

  1. Akarnya gimana mas bro? Kenapa manusia2 dunia modern tersusun seperti itu?

    ReplyDelete
  2. Karena ada suatu keyakinan bahwa segalanya praktis dan bisa dilakukan oleh sendiri, asal punya uang.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...