Skip to main content

Pulih

  Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya.  Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang.  Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di

Oh

 

 

Bapak pernah berkata bahwa hidup ini adalah sekumpulan oh demi oh. Apa artinya? Katanya, nanti juga kamu mengerti. Nanti juga kamu akan mengatakan, "Oh, maksud bapak oh itu, itu toh." Karena begitulah beliau akhirnya menyadari bahwa segala ucapan kebijaksanaan akan tiada artinya jika tanpa disertai pengalaman. Ketika pengalaman tersebut pada akhirnya sejalan dengan kata-kata kebijaksanaan yang dulu pernah termentahkan oleh hatimu, ketika itu pula kamu akan mengatakan oh. "Bapak dulu pernah mengatakan jangan merokok dan minum kopi, nanti jadi bodoh," demikian bapak berujar tentang nasihat bapaknya dulu. "Kita bisa sama-sama menertawakan pendapatnya yang tidak saintifik, tapi hal tersebut di kemudian hari terbukti, setidaknya bagi saya secara personal," demikian tambah bapak. Oh.

Oh, sekarang saya juga tahu kenapa bapak dulu menyuruh untuk membaca satu artikel koran setiap hari dengan imbalan seratus rupiah. Oh, sekarang saya tahu kenapa bapak selalu memutar musik keras-keras setiap pagi dari sejak saya bahkan tidak tahu apa itu musik. Bukan musik anak-anak seperti Enno Lerian atau Bondan Prakoso, tapi sekalian The Beatles atau Michael Franks. Oh, sekarang saya tahu kenapa saya sering diajak makan berdua saja untuk kemudian bapak bercerita tentang segala hal yang saya tidak mengerti. Katanya dalam suatu malam di restoran, "Waktu itu selalu berlalu. Ketika kita mengatakan 'sekarang', di saat itu pula kata 'sekarang' itu juga berlalu." Saya terbengong-bengong karena waktu itu masih SD.

Oh, sekarang saya mengerti, bahwa ternyata kata-kata kebijaksanaan itu selalu terdengar kosong di telinga seperti kata tokoh Gotama di novel Siddharta karya Herman Hesse, "Hanya pengetahuan yang bisa dibagikan, kebijaksanaan jika dibagikan akan lebih terdengar seperti kebodohan." Oh, sekarang saya mengerti mengapa Musashi mengembara untuk mencari hakikat ilmu pedang. Pengembaraannya bukan didasari oleh kemasukakalan, melainkan oleh sebuah keyakinan bahwa suatu saat pengalamannya sendiri yang akan membentuk pemahamannya. Itu sebabnya ia punya semboyan, "Jangan pernah menyesali segala sesuatunya." Seolah-olah ia mau berkata bahwa meskipun pengembaraannya akan berujung pada kesimpulan bahwa tak sanggup sesungguhnya Musashi jadi samurai, itu tidak apa-apa. Oh, sekarang saya mengerti mengapa Nietzsche mengatakan bahwa manusia dikutuk oleh bahasa. Di satu sisi kita berupaya menerangkan dengan kata-kata tentang pengalaman kita, di sisi lain kata-kata itu sendiri sebenarnya tak pernah sanggup membuat orang "ikut mengalami".

Oh, saya mengerti sekarang bahwa hal-hal di dunia ini tidak semuanya harus langsung dapat dimengerti. Biarkan oh terucap di ujung pengalamanmu.


Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k