(Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”. Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan. Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...
28 Ramadhan 1434 H
Pather Panchali dibuat dengan dana yang relatih rendah yakni US $ 3000. Tapi di tangan sutradara Satyajit Ray yang banyak terpengaruh oleh Neorealisme Italia, film yang berpusat pada seorang anak bernama Apu tersebut menjadi film yang berkualitas. Meski film tersebut adalah film pertamanya dan diperankan oleh aktor-aktor non-profesional, Pather Panchali -yang merupakan bagian pertama dari trilogi yang biasa disebut dengan Apu Trilogy-, meraup respon positif dan diakui oleh sutradara ternama Hollywood, Martin Scorsese, sebagai film favoritnya. Pather Panchali sering disebut-sebut sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa.
Dengan kualitas visual yang seadanya, Pather Panchali bercerita tentang kehidupan Apu (Subir Banerjee) dan keluarganya yang miskin. Apu, bungsu dari dua bersaudara (kakaknya bernama Durga), dibesarkan oleh ayah yang bekerja sebagai pendeta tapi juga masih menyimpan harapan untuk menjadi pujangga. Meski pendapatan ayahnya tersebut kecil untuk menghidupi keluarga, namun Apu dan Durga tetap menikmati masa kecilnya dengan bermain bersama. Film ini lambat laun menampakkan tragedinya ketika satu per satu anggota keluarga Apu meninggal. Apu dipaksa untuk mandiri menghadapi kenyataan demi kenyataan tersebut.
Pather Panchali adalah film dengan cerita yang relatif sederhana. Namun bagaimana Satyajit Ray menampilkan kesederhanaan tersebut, menjadi hal yang menarik untuk kita cermati. Gambar-gambar yang disajikan oleh Ray, meski hitam putih, dihadirkan sedemikian rupa sehingga tampak anggun dan puitik -Mengingatkan kita pada bagaimana teknik pengambilan gambar yang dilakukan oleh Akira Kurosawa-. Caranya melakukan montage, caranya melakukan mise en scène, menunjukkan bahwa Ray tidak terhambat oleh dana dan keamatiran pemainnya. Tidak dapat dipungkiri, film ini sangat penting untuk ditonton, terutama bagi mereka yang kadung mempunyai stereotip bahwa film India harus berisi tarian dan nyanyian.
Rekomendasi: Bintang Lima
Comments
Post a Comment