(Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”. Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan. Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...
24 Ramadhan 1434 H
Metal: A Headbanger's Journey adalah film dokumenter yang bercerita tentang musik metal. Segala tetek bengek tentang musik yang konon dipelopori oleh Black Sabbath tersebut, dibahas oleh Sam Dunn dari aspek keilmuannya sebagai seorang antropolog. Sam, yang menyukai musik metal sejak usia dua belas tahun, mengajak penonton untuk mengenali bahwa metal adalah sebentuk identitas kultural -yang dalam konteks urban bisa dianggap sebagai sebuah kebudayaan tersendiri-.
Metal: A Headbanger's Journey adalah film dokumenter yang bercerita tentang musik metal. Segala tetek bengek tentang musik yang konon dipelopori oleh Black Sabbath tersebut, dibahas oleh Sam Dunn dari aspek keilmuannya sebagai seorang antropolog. Sam, yang menyukai musik metal sejak usia dua belas tahun, mengajak penonton untuk mengenali bahwa metal adalah sebentuk identitas kultural -yang dalam konteks urban bisa dianggap sebagai sebuah kebudayaan tersendiri-.
Dalam Metal: A Headbanger's Journey, kita diajak untuk terlebih dahulu mencari akar paling keras dari musik metal. Setelah melalui wawancara disana-sini, maka Sam mendapatkan kesimpulannya: Black Sabbath adalah pelopornya. Suara gitar yang katanya mempunyai interval tritonus -konon interval tersebut "dekat dengan iblis"- menjadi fundamen dasar musik metal yang mula-mula diletakkan oleh band asal Birmingham tersebut. Kemudian Sam berkeliling ke berbagai negara untuk mendapatkan fakta-fakta lebih lanjut. Ia pergi ke salah satu festival metal terbesar di dunia yakni di Wacken, Jerman, serta bertemu dengan musisi metal ternama seperti Bruce Dickinson (Iron Maiden), Tom Araya (Slayer), Lemmy (Motorhead), dan George "Corpsegrinder" Fisher (Cannibal Corpse). Mereka diwawancara secara bergantian untuk menjawab apapun tentang musik metal agar kata Sam, "Orang lebih mengenal tentang musik ini sehingga tidak ada lagi yang mispersepsi."
Sesuai apa yang diutarakan oleh Sam, film tersebut memang berhasil memberikan berbagai sudut pandang tentang musik metal. Antropolog tersebut berupaya menjawab stereotip-stereotip yang kadung melekat pada musik metal mulai dari tentang kultur, sensor lirik, isu-isu kematian, hingga pemujaan terhadap setan. Meski beberapa stereotip yang melekat tersebut memang ada benarnya setelah dikonfirmasi via wawancara (seperti Gaahl dari band Gorgoroth yang ia mengaku terinspirasi oleh setan), tapi juga tidak sedikit yang mengatakan bahwa citra seram yang ditampilkan sesungguhnya tidak lebh dari aksi panggung dan luapan sensasi semata. Film dokumenter Metal: A Headbanger's Journey adalah film yang cukup penting bukan saja bagi mereka penggemar musik metal, tapi juga bagi mereka yang hendak bersentuhan untuk pertama kalinya sehingga tidak mispersepsi terhadap kondisi sosio-kulturalnya yang cukup kompleks.
Rekomendasi: Bintang Empat
Comments
Post a Comment