(Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”. Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan. Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...
11 Ramadhan 1434 H
Ketika memasuki adegan pembuka, saya mengira ini film serius atau bahkan absurd -sebagaimana umumnya sutradara Prancis yang cukup berani mengumbar absurditas-. Namun ketika film memasuki satu jam dan tidak ada satupun tendensi ke arah kerutan kening dan justru malah lebih banyak menggelitik perut, barulah saya sadar bahwa ini sebenarnya masuk kategori komedi. The Intouchables (2011) merupakan film ringan yang membuat kita mudah sekali untuk merasa durasi filmnya yang dua jam menjadi tak terasa. Meski ringan, film garapan sutradara Olivier Nakache dan Éric Toledano itu termasuk film yang cerdas dan sarat nilai kemanusiaan
Film The Intouchables bercerita tentang persahabatan antara Philippe Maserati (François Cluzet) dan Driss (Omar Sy). Hubungan keduanya, pada mulanya adalah Philippe sebagai tuan dan Driss adalah pembantu pribadi. Philippe membutuhkan asisten karena dari leher hingga ke kaki ia mengalami lumpuh. Driss, orang yang santai dan humoris, berhasil membuat hidup Philippe menjadi lebih menggairahkan -Philippe sebelumnya merupakan orang yang sangat serius, tercermin dari seleranya terhadap seni rupa, puisi opera, dan musik klasik-. Tidak hanya Philippe berubah menjadi perokok (bahkan terkadang ia menghisap ganja) oleh sebab pergaulannya dengan Driss, tapi juga ia menemukan gairah cintanya yang sebelumnya sudah padam sejak istrinya meninggal dan dirinya divonis berbagai penyakit.
Sepanjang film, The Intouchables banyak diwarnai oleh bagaimana menariknya kedua sifat yang kontras antara Philippe dan Driss. Kedua sifat yang bertolak belakang itu tidak menjadikan mereka tak cocok, melainkan malah saling melengkapi. The Intouchables, yang termasuk ke dalam salah satu film paling laku dalam sejarah sinema Prancis, adalah film yang tidak hanya menghibur, tapi juga mencerdaskan.
Rekomendasi: Bintang Empat
Film The Intouchables bercerita tentang persahabatan antara Philippe Maserati (François Cluzet) dan Driss (Omar Sy). Hubungan keduanya, pada mulanya adalah Philippe sebagai tuan dan Driss adalah pembantu pribadi. Philippe membutuhkan asisten karena dari leher hingga ke kaki ia mengalami lumpuh. Driss, orang yang santai dan humoris, berhasil membuat hidup Philippe menjadi lebih menggairahkan -Philippe sebelumnya merupakan orang yang sangat serius, tercermin dari seleranya terhadap seni rupa, puisi opera, dan musik klasik-. Tidak hanya Philippe berubah menjadi perokok (bahkan terkadang ia menghisap ganja) oleh sebab pergaulannya dengan Driss, tapi juga ia menemukan gairah cintanya yang sebelumnya sudah padam sejak istrinya meninggal dan dirinya divonis berbagai penyakit.
Sepanjang film, The Intouchables banyak diwarnai oleh bagaimana menariknya kedua sifat yang kontras antara Philippe dan Driss. Kedua sifat yang bertolak belakang itu tidak menjadikan mereka tak cocok, melainkan malah saling melengkapi. The Intouchables, yang termasuk ke dalam salah satu film paling laku dalam sejarah sinema Prancis, adalah film yang tidak hanya menghibur, tapi juga mencerdaskan.
Rekomendasi: Bintang Empat
Comments
Post a Comment