Skip to main content

Tentang Gus Miftah dan Reaksi Publik

Ramai soal Gus Miftah. Tak perlu diceritakan detailnya di sini. Lagipula, saya tak merasa harus mengomentari kata-kata Gus Miftah terhadap pedagang es teh. Bagi saya, hal yang lebih menarik adalah reaksi publik yang begitu masif, diantaranya dengan menyebarkan konten bertuliskan "lebih baik jualan es teh, daripada jualan agama". Selain itu, ada juga petisi yang berisi tuntutan kepada Presiden untuk mencopot jabatan Gus Miftah dari posisinya sebagai utusan khusus. Apapun itu, saya menilainya sebagai bentuk isyarat kebajikan atau virtue signaling .  Tak ada yang benar-benar peduli pada Gus Miftah atau tukang es teh. Masing-masing hanya memperagakan suatu sikap yang sejalan dengan apa yang sedang ramai. Jika benar-benar ditanya apakah Anda bersedia jualan es teh? Saya yakin sebagian besar menjawab tidak, bahkan dalam hatinya mungkin merasa lebih baik jualan agama karena sudah pasti lebih menguntungkan.  Dalam pandangan publik, pergulatannya sederhana sekali: mereka membangun per...

30hari30film: Vanilla Sky (2001)



4 Ramadhan 1433 H
 
 

Vanilla Sky adalah film garapan Cameron Crowe yang merupakan remake dari film berbahasa Spanyol berjudul Abre los Ojos. Film ini diawali dengan kisah tentang eksekutif muda bernama David Aames (Tom Cruise) yang kehidupannya diwarnai kesuksesan baik dari segi uang maupun wanita. Hal ini berjalan lancar hingga akhirnya rasa cinta David terhadap Sarah Serrano (Penelope Cruz) berujung pada cemburu luar biasa dari Julie Gianni (Cameron Diaz). Kecemburuan itu berujung pada aksi nekat Julie yang menabrakan mobilnya ke pagar pembatas jalan hingga terlempar ke bawah jembatan. Dikisahkan di sana, Julie meninggal sedangkan David selamat namun mengalami kehancuran wajah dan lengan.

Cerita berikutnya menjadi mozaik yang membuat kita terheran-heran. Kadang wajah David digambarkan rusak, kadang utuh. Kadang kita melihat Sofia, lalu ia berubah menjadi Julie yang mengaku sebagai Sofia. Perubahan-perubahan cepat ini terjawab di akhir film, bahwa sebenarnya David tengah menjalani suatu program “perpanjangan usia” bernama Life Extension. Salah satu dari subprogram tersebut mempunyai sisi hiburan yaitu lucid dream. Apa gerangan lucid dream? Yaitu mimpi dimana kita dapat berkehendak, memutuskan apa yang mau diperbuat dan memeroleh konsekuensinya. Jadi apa yang dialami David, segala keanehan tersebut, adalah bagian dari keinginan-keinginan yang tersembunyi dalam alam bawah sadarnya. Seperti halnya menurut Freud, hasrat yang tak tercapai di alam bawah sadar, akan terekplisitkan kemudian dalam mimpi.

Sedari awal, film ini memang sudah menunjukkan gejala-gejala kejanggalan. Misalnya, film bermula dengan adegan David menyadari dirinya sendirian di tengah kota New York tanpa ada satupun manusia di sekitarnya. Meski di akhir cerita, pihak dari Life Extension sudah menceritakan apa yang terjadi pada David (Ingat bagaimana seorang psikiater menjelaskan keseluruhan misteri pada film Psycho-nya Alfred Hitchcock?), namun sutradara Cameron Crowe agaknya tetap mau membiarkan ada sedikit keheranan pada masing-masing benak penonton. Tetap saja menjadi misteri tentang dimana batas lucid dream yang dialami David: Apakah sejak 150 tahun lalu (Seperti terekplisitkan dalam suatu dialog)? Atau sejak David mengalami kecelakaan dengan Julie Gianni? Atau sejak awal keseluruhan film ini sudah tidak nyata?

Apapun itu, Vanilla Sky tetap merupakan sebuah film yang agaknya membuat kita punya kesan seperti menonton Truman Show: Ada sisi terhibur tapi sekaligus termenung-menung. Keduanya punya tema mirip-mirip, tentang bagaimana kecanggihan teknologi di suatu hari bisa membuat kita ketakutan. Tentu saja Life Extension bukan suatu proyek utopis karena gejala medis sudah semakin ke arah sana. Namun efek samping berupa lucid dream, yang isinya utopia tentang kehendak bawah sadar masyarakat modern yang idealismenya hanya seputar uang dan wanita, sungguh menciptakan alienasi yang berlapis. Vanilla Sky cukup sukses menyampaikan pesan ini.

Rekomendasi: Bintang Tiga Setengah

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...