(Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”. Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan. Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...
2 Ramadhan 1433
Promo film One Eyed Jacks adalah selalu tentang kenyataan bahwa film ini
adalah satu-satunya yang disutradarai oleh aktor legendaris Marlon Brando.
Sebelum Marlon Brando yang ditunjuk untuk membesut film koboi ini, seharusnya Stanley Kubrick-lah yang
menyutradarainya. Jika memang Kubrick yang akhirnya menggarap, maka film ini
hanya satu tahun setelah kesuksesannya di film Spartacus tahun 1960.
Marlon Brando berperan sebagai
koboi bernama Rio yang mendapatkan uang dari
merampok bank bersama kawannya, Dad Longworth (Karl Malden). Suatu hari,
setelah sukses mendapatkan dua tas penuh berisi uang emas, Rio
dan Dad dikejar-kejar oleh polisi lokal. Disinilah konflik terjadi, Dad
mengkhianati Rio dengan pergi seorang diri membawa emas-emas bersamanya,
sementara Rio tertangkap dan dipenjara.
Singkat cerita, lompat ke lima tahun kemudian, Rio kabur dari penjara dan berupaya mencari keberadaan
Dad untuk balas dendam.
Dad sendiri sudah banyak berubah,
ia sekarang sudah menjadi sheriff di
wilayah Monterrey
dan telah menikah dengan seorang wanita Spanyol yang sudah mempunyai anak
bernama Louisa (Pina Pellicer). Ketika Rio sukses menemukan Dad, pertemuan
keduanya terasa sangat ambigu, ada perasaan rindu antar kawan, tapi di dalamnya
tersirat dendam. Di sisi lain, antara Rio dan
Louisa juga tumbuh rasa cinta. Perjalanan berikutnya adalah bagaimana Rio berupaya mencari celah untuk membunuh Dad, tapi juga
menjaga perasaan anak angkat Dad yang ia cintai, Louisa.
Film ini mempunyai jalan cerita
yang cukup sederhana, seperti halnya kebanyakan film koboi lainnya: Ada uang, cinta, dan
ambiguitas keadilan. Sosok sheriff
dalam film koboi biasanya di satu sisi ia menjaga keamanan, namun di sisi lain
kerapkali ia senang menyiksa penjahat dengan cara-cara yang membuat penonton
tidak simpati (simak bagaimana Dad mencambuki Rio dan memukul tangannya dengan
senapan, membuat penonton menjadi simpati pada tokoh Rio
yang secara natural adalah pembobol bank). Bahkan untuk jalan cerita yang
relatif simpel seperti ini, durasi 140 menit dirasa terlalu panjang. Keberadaan
Louisa yang menjalin cinta dengan Rio, seolah dipaksakan agar film ini punya
nuansa romantika seperti halnya kebanyakan film Hollywood
masa itu.
Pada titik ini, mitos bahwa
“orang Italia pintar membuat film koboi Amerika, dan orang Amerika pintar
membuat film gangster Italia” menjadi terbukti adanya. Marlon Brando terasa
tidak sanggup menandingi kehebatan –misalnya- Sergio Leone dalam membuat film
koboi. Meski jalan cerita kedua garapan itu juga kurang lebih sama, namun Leone
lebih bisa menampilkan momen-momen istimewa, ia mampu mengoptimalkan akting
koboi andalannya, Clint Eastwood, sehingga gerak-geriknya menjadi terkenang
sepanjang masa (walaupun Leone, kita tahu, sering dipengaruhi oleh film-film
Akira Kurosawa). Tentu saja saya tidak sedang membandingkan akting Eastwood
dengan Brando, yang notabene keduanya adalah raksasa di jamannya. Brando pun di
film ini tampil cukup karismatik, meskipun akting Stanislavian-nya tidak
terlalu menonjol karena ia sudah ditolong oleh siksaan demi siksaan yang
diterima dalam perannya sebagai Rio, sehingga
tak perlu susah-susah baginya yntuk merebut hati penonton. Namun untuk urusan
penyutradaraan, rasanya Brando cukup sekali saja. One-Eyed Jacks menjadi yang pertama dan terakhir baginya.
Rekomendasi: Bintang Dua
Comments
Post a Comment