Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Guido Orefice

 

Barangsiapa yang sudah pernah menonton film Life is Beautiful (La vita è bella) keluaran tahun 1997, maka katakanlah apakah itu film tragedi atau komedi?

Film karya Roberto Benigni berlatarbelakang holocaust tersebut berkisah tentang seorang pria Yahudi bernama Guido Orefice (diperankan oleh Benigni sendiri) yang menikah dengan wanita non-Yahudi bernama Dora (diperankan oleh istri Benigni, Nicoletta Braschi). Beberapa tahun kemudian setelah mereka mempunyai anak berumur empat bernama Giosuè, PD II dimulai dan orang-orang Yahudi digiring ke kamp konsentrasi. Guido dan Giosuè digiring sedangkan Dora tidak karena ia bukan Yahudi. Namun Dora memohon diri untuk diikutsertakan ke kamp konsentrasi.

Di kamp konsentrasi tersebut, Guido mencoba sekuat tenaga agar anaknya tidak tahu bahwa apa yang sedang dialaminya ini adalah sesuatu yang pedih. Holocaust sebagai salah satu lapang pembantaian massal terbesar dalam sejarah disulap Guido menjadi "game untuk mendapatkan seribu poin dengan hadiah tank" untuk Giosuè. Giosuè, dalam epilog film tersebut, baru menyadari di masa dewasanya bahwa holocaust bukanlah mainan seperti ayahnya bilang, tapi kehebatan Guido dalam berpura-puralah yang membuat Giosuè yakin bahwa kamp konsentrasi pada masa itu memang hanyalah permainan.

Kembali ke pertanyaan di atas, apakah film ini tragedi atau komedi? Karena unik, bagian mula-mula film Life is Beautiful seperti akan menggiring temanya ke arah komedi, meskipun tengah hingga belakang mulai menguras air mata.

Atau kita ubah pertanyaannya, apakah perbedaan tragedi dan komedi?

Seorang filsuf Yunani yang saya lupa namanya mengatakan, "Pada kedalaman tertentu maka akan ditemukan dua hal saja dalam kehidupan, yaitu tragedi dan komedi." Guido Orefice adalah orangnya, yang mampu melihat holocaust bukan semata-mata tragedi, tapi juga komedi. Ia memerankan keduanya, tokoh tragedi maupun tokoh komedi. Jangan-jangan tragedi dan komedi bukanlah suatu kontradiksi, bukan suatu prinsip identitas yang rumusnya "A adalah A maka itu bukan B". Tragedi adalah sekaligus komedi dan komedi adalah sekaligus tragedi. Seperti terkadang jika kita tertimpa sial yang amat pahit, pada titik tertentu kita tertawa dan berkata, "Ah, hidup itu lucu ya." Atau pada saat kita tertawa "ngakak hingga guling-guling", alangkah mudah ditemukan bahwa tertawa tersebut juga adalah bernapaskan kegetiran. Gibran bersabda dalam Sang Nabi, "Bersama-sama keduanya datang, dan bila yang satu sendiri bertamu di meja makanmu, ingatlah selalu bahwa yang lain sedang ternyenyak di pembaringanmu."

Maka itu kita tidak pernah merasa bertentangan pada dua orang dimana yang satu bilang "Hidup itu pahit" sedang yang satu lagi "Hidup itu indah". Karena keduanya sama benar, hidup memang satu kesatuan harmoni antara tragedi dan komedi.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...