(Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”. Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan. Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gramsci, salah sat
Jika kamu terjebak dalam situasi seperti ini, apa yang kamu lakukan? Saya tahu istilah mexican standoff dari film-film Quentin Tarantino. Ia sering sekali, atau bisa dibilang selalu, menyelipkan adegan seperti ini di karyanya. Mexican standoff adalah posisi sama kuat yang mana kedua pihak mengalami keadaan yang sama-sama berbahaya, sama-sama terjepit, dan mesti ada kompromi yang serius agar keduanya bisa selamat. Istilah ini biasa dipakai dalam film koboi ketika dua atau lebih gunman sedang saling todong senjata. Namun situasi mexican standoff bisa kita temui dalam berbagai problem etis. Ada dua hal yang bisa dilakukan dalam situasi seperti ini: 1. Mundur. Kedua-duanya tidak menembak meskipun ini butuh persetujuan dari keduanya. Biasanya ini dilakukan setelah diplomasi lewat dialog. 2. Pre-emptive strike atau menembak duluan. Ini adalah inisiatif dari masing-masingnya untuk menembak sebelum ditembak. Sesuatu yang pasti menimbulkan korban. Sehubungan dengan dialog saya dengan kawan