Skip to main content

Pulih

  Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya.  Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang.  Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di

Surat Cinta dari Korea (5)

Sayangku, jika asap pertanda adanya api, lalu semut pertanda adanya gula, lalu pertemuan berarti pertanda apa? pertemuan adalah pertanda akan adanya perpisahan. Demikian juga apa yang sudah kami semua lakukan di sini, bersama-sama, dengan para delegasi AIAE. Kami bersama-sama meskipun tak lama, tapi ternyata perpisahan tetap menyedihkan jua.


Sebelum masuk pada fase romantis itu, aku akan menceritakan kisah kami di pagi hingga sore hari. Karena free time, kami berencana untuk berjalan-jalan berbelanja. Kami menaiki subway, sebuah moda transportasi yang pastinya tidak dipunyai di Indonesia (katanya Jakarta mau membuatnya, kita tunggu ya realisasinya). Menaiki ini susahnya minta ampun, karena kami tidak berbicara dengan manusia, tapi mesin. Untuk memulainya, kami harus mengisi voucher kartu. Ada beberapa pilihan, ada yang satu kali jalan, ada yang seharian, ada paket manula, dan sebagainya. Hebatnya, petugas langsung datang dan cekatan membantu kami.





Aku belum pernah ke Singapura, tapi sepertinya jika dibandingkan dengan di sana, sign system di sini agak sulit dipahami. Banyak tulisan yang masih dalam bahasa Korea dan tidak dilatinkan. Tentu saja yang demikian itu hak mereka, tapi bagiku ini agak kontradiksi dengan visi mereka untuk menjadi kota wisata akbar 2012 dengan slogan, "Hi, Seoul". Walhasil, kami memutuskan jika nanti pulang kembali ke hotel, kami kapok naik subway dan ingin taksi saja.

Di jalanan, tempat perbelanjaan di Insadong itu, aku sedih. Sedih karena barang-barang yang dijual di museum dengan harga selangit itu ternyata semua ada di tempat tersebut dengan harga separo! Akhirnya aku menemukan juga barang-barang yang barangkali sangat dinanti-nanti penggemar film Korea dan juga band-band Korea. Di tempat ini, meskipun barangkali didesain dengan tidak terlalu bagus, tapi alangkah menyenangkan bisa menghadiahi orang terkasih di tanah air sebatas poster, card holder, memo, atau kalender dari artis idola, langsung dari negara asalnya. Karena ingin cepat, makan siang kami habiskan di McDonald saja. Aku makan burger bulgogi karena namanya paling aneh, walaupun sama dengan beef burger. Satu hal yang menarik, ketika kami kebingungan, kami didatangi dua orang yang sangat antusias. Mereka ternyata bagian dari kampanye Hi Seoul. Mereka menawari informasi gratis bagi para turis. Sangat ramah, bergairah, dan informatif, patut dicontoh!





Setelah kaki pegal akibat jalan, kami, sesuai rencana semula, pulang naik taksi. Sayangnya, kota Seoul yang bersih rapi jali ternyata tak bisa terhindarkan dari macet seperti halnya Jakarta. Padat dan jarang merayap terjadi juga. Walhasil, argo taksi kami membubung sudah. Sekitar 20.000 won lebih atau 160.000 rupiah-an! Dengan lunglai akibat lelah dan dompet tipis, kami merebah di hotel sebelum menjalani acara berikutnya: penutupan sekaligus perpisahan delegasi AIAE.

Penutupan ini, katanya, aku harus tampil mewakili delegasi Indonesia. Setiap delegasi memang harus menyumbangkan semacam performa di penutup acara. Ternyata, yang ditampilkan amat beragam, mulai dari yang menarik sampai yang tidak kreatif sama sekali. Jepang misalnya, mereka cuma beramai-ramai menyanyikan lagu Sukiyaki tanpa musik. Singapur, mereka bagus, menampilkan pantomim yang bertemakan satir. Sedang Indonesia? Aku dikorbankan sendirian. Maju ke depan, membawakan tiga lagu dengan solo gitar. I Have a Lover dari Lee Eun Mi, Here There and Everywhere dari The Beatles dan Ambilkan Bulan dari A.T. Mahmud berhasil dibawakan dengan plus minusnya.


Jika memang pertemuan kita yang penuh kenangan ini punya konsekuensi perpisahan, biarkan. Biarkan, selama yang memisahkan cuma kematian. Dan sesungguhnya kematian cuma pemisah antara badan dan badan. Cinta akan selalu menghidupkan kembali jiwa seseorang.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k