Skip to main content

Seperti Hewan, Seperti Mesin

Ilustrasi dihasilkan oleh AI Ada macam-macam pengandaian untuk manusia tertentu yang dianggap tak-lagi-seperti-manusia. Dalam sebuah pertarungan UFC (contoh ini dipilih karena saya sering menontonnya di Youtube), misalnya, seorang petarung yang begitu ganas dalam melancarkan pukulan dan bantingan bisa diibaratkan oleh komentator "seperti hewan". Mungkin karena petarung tersebut begitu "kehilangan akal", memanfaatkan hanya nalurinya untuk menerkam, memanfaatkan seluruh tubuhnya untuk menghabisi mangsa.  Ada juga perandaian lain yang non-manusia, yaitu mesin. Menyebut manusia sebagai mesin sama-sama memperlihatkan "kehilangan akal", tetapi lebih menunjuk pada suatu gerakan otomat, kadang repetitif, yang kelihatannya bisa dilakukan berulang-ulang tanpa mengenal rasa lelah. Mungkin bisa dibayangkan pada Cristiano Ronaldo muda yang larinya begitu kencang atau petinju yang bisa menghujamkan pukulan terus menerus seolah-olah dia diprogram demikian.  Tubuh adalah ...

Rasa Sakit

 
"Rasa sakit membuat kita dapat melihat kehidupan secara keseluruhan" -Sir Muhammad Iqbal

Dalam sejarah, rasa sakit selalu punya tempat. Kaum Epikurean di masa Hellenisme misalnya, menganggap bahwa kebaikan tertinggi adalah menjauhi rasa sakit. Islam sendiri memandang rasa sakit sebagai kiamat sugra atau kiamat kecil, sebuah episode partikular dari grand design bernama kiamat kubra alias kiamat besar. Lompat ke dunia medis, dari waktu ke waktu, yang dipercanggih kemudian adalah bagaimana penyakit bisa sembuh disertai minimalisasi rasa sakit. Sehingga suatu waktu saya berpikir, ketika dunia pengobatan sudah sangat canggih, mungkinkah rasa sakit kelak menjadi sejarah? Menjadi museum rasa sakit?

Namun rasa sakit juga adalah elemen penting dalam dunia keagamaan. Yesus adalah simbol rasa sakit, ia melihat rasa sakit sebagai bentuk pengorbanannya dalam menanggung dosa umat manusia. Muhammad ketika awal mula mempunyai pengikut, sering disiksa oleh kaum Quraisy. Ia pun hidup papa selama jadi pemimpin. Miskin berarti dekat dengan kesakitan, demikian common sense-nya. Siddharta Gautama pergi keluar dari istana yang hedonis, hidup berkelana tanpa wisma dan akrab dengan pergumulan yang menyiksa diri sendiri. Bahkan para pengikut mereka ada yang menjadikan rasa sakit sebagai cara untuk sampai pada tingkat spiritual tertentu (asketik), seperti yang dilakukan kaum Muslim Syi'ah pada 10 Muharram dan ordo tertentu dari Katolik yang kerap memecut diri sendiri.

Artinya, dalam peradaban manusia, rasa sakit adalah sesuatu yang dijauhi sekaligus dicintai. Bagi para nabi atau contoh-contoh manusia spiritual lainnya, rasa sakit adalah cara mereka menghayati kehidupan. Jika jiwa mereka telah menyentuh keilahian ke atas sana, maka rasa sakit mengingatkan bahwa jiwa ini masih di dalam tubuh, dan tubuh adalah milik bumi, tempat manusia berdiri. Rasa sakit adalah sebuah cara untuk mengingatkan bahwa kita ada di bawah, maka itu mendongaklah ke atas, melihat langit maha luas, tempat kita semua dinaungi. Sedangkan kebahagiaan seringkali membawa kita membubung tinggi, ke awan, dan melihat kehidupan di bawah yang kejam dan keji.

Agama dan rasa sakit berkaitan erat. Setiap agama mengajarkan kita untuk mengingat rasa sakit dengan caranya sendiri. Islam mengajarkan puasa dan shalat misalnya. Puasa jelas, ia memberi rasa lapar dan dahaga, mengakibatkan rasa sakit pada tubuh, terutama bagi mereka yang sesungguhnya sanggup makan ketika lapar dan minum ketika haus. Shalat mendisiplinkan tubuh kita, mengajak tubuh untuk melakukan sesuatu yang bukan naluriahnya. "Pemaksaan" itu juga menimbulkan rasa sakit. Buddha lebih ekstrim lagi, ia menyebutkan siklus kelahiran dan kematian kita sebagai sebuah dislokasi. Dislokasi berarti berada di tempat yang bukan seharusnya, dalam konteks tulang dan otot, itu berarti rasa sakit.

Barangkali memang rasa sakit tidak perlu dijauhi. Ia perlu ada dekat-dekat dengan kita, terutama di saat kebahagiaan terlalu membuncah dan membawa kita lupa diri. Kang Tikno, sahabat saya, mengatakan, bahwa sakit mengajarkan pada kita pentingnya istirahat. Bahwa tubuh dan jiwa sesungguhnya punya batas ketinggian. Rasa sakit mengajak kita kembali ke bumi dan mencintai keseharian. Jangan-jangan memang Tuhan tidak ada di atas sana, dijangkau oleh mereka-mereka yang terbang bersama kebahagiaan. Tuhan mungkin ada di dekat kita, menemani setiap manusia yang diterjang rasa sakit.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...