Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2011

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gramsci, salah sat

Moralitas Khidhr

Sebelum memulai suatu pembahasan tentang moralitas Khidhr, alangkah baiknya untuk bersabar sejenak membaca tulisan panjang di bawah ini yang diambil dari Al-Qur'an surat Al-Kahfi. Isinya tentang percakapan antara Musa dan Khidhr. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami 886. (QS. 18:65) Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu" (QS. 18:66) Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. (QS. 18:67) Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu" (QS. 18:68) Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapatkanku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". (QS. 18:69) Dia b

Invasi Keroncong lewat Garasi Rumah

Malam minggu itu, garasi rumah di jalan Rebana nomor sepuluh atau biasa disebut dengan Garasi 10 dibuka lebar-lebar. Publik boleh datang sesuka hati, menikmati sajian yang akan digelar. Gelaran di Garasi 10 tersebut adalah bagian dari acara rutin yang bertajuk Munggah. Sesuai namanya, memang acara itu ditujukan untuk menyambut Ramadhan. Latar "panggung" dibuat unik, dengan juntaian kertas di langit-langit dan manusia telanjang tergantung, terbuat dari kertas juga. Di kiri kanan ada pajangan gambar yang dipigura. Di belakang "panggung" dipajang rak buku. Di dalam garasi itu, bukan mobil yang hendak dipanggungkan, melainkan orkes keroncong, namanya Jempol Jenthik. Orkes Keroncong Jempol Jenthik (Inggris disingkat menjadi: JJOK) berformasikan tujuh pemain instrumen dan tiga vokal. Instrumen itu terdiri dari kontrabas, cello, cak, cuk, flute, biola, dan gitar. Yang menarik, seluruh personil mengenakan kaos yang sama, berwarna hitam bertuliskan: " Play Keronc

Museum

Hari Sabtu tanggal 9 Juli kemarin, tanpa tedeng aling-aling saya merasa harus pergi ke museum. Tidak ada yang mengajak, tidak ada yang menyuruh. Hanya ingin. Saya membuat daftar museum yang akan dikunjungi, tapi apa daya yang terealisasi cuma Museum Geologi. Yang saya rasakan adalah, saya pernah berkali-kali ke museum, tapi selalu beramai bersama acara sekolahan. Tidak pernah datang sendirian dalam kondisi sadar dan jauh dari euforia. Dalam kondisi merenung dan sendiri, melihat segalanya secara lebih holistik. Di Museum Geologi, pengunjung sangat sepi jika dibandingkan mal-mal yang biasa kamu kunjungi. Padahal museum ini gratis. Saya langsung masuk ke sayap kanan, bagian sejarah alam semesta. Saya pandangi satu per satu display yang ada. Di sana ditunjukkan gambar dan tulisan mengenai proses pembentukan bumi pada mulanya. Hitungannya bukan puluhan atau ratusan tahun lagi, tapi ratusan juta tahun. Mulai dari awalnya ia sebagai bola panas, sampai terbentuk daratan dan lautan, munculnya

Rasa Sakit

  "Rasa sakit membuat kita dapat melihat kehidupan secara keseluruhan" -Sir Muhammad Iqbal Dalam sejarah, rasa sakit selalu punya tempat. Kaum Epikurean di masa Hellenisme misalnya, menganggap bahwa kebaikan tertinggi adalah menjauhi rasa sakit. Islam sendiri memandang rasa sakit sebagai kiamat sugra atau kiamat kecil, sebuah episode partikular dari grand design bernama kiamat kubra alias kiamat besar. Lompat ke dunia medis, dari waktu ke waktu, yang dipercanggih kemudian adalah bagaimana penyakit bisa sembuh disertai minimalisasi rasa sakit. Sehingga suatu waktu saya berpikir, ketika dunia pengobatan sudah sangat canggih, mungkinkah rasa sakit kelak menjadi sejarah? Menjadi museum rasa sakit? Namun rasa sakit juga adalah elemen penting dalam dunia keagamaan. Yesus adalah simbol rasa sakit, ia melihat rasa sakit sebagai bentuk pengorbanannya dalam menanggung dosa umat manusia. Muhammad ketika awal mula mempunyai pengikut, sering disiksa oleh kaum Quraisy. Ia pun hidup papa