Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Etika Paradoks


Bayangkan bayangkan. Di tengah ancaman MSG yang merusak pertumbuhan otak anak serta polusi kendaraan yang makin memprihatinkan, ada anak yang -atas dasar titah orangtuanya- membawa bekal makanan dari rumah untuk ke sekolah. Makanannya itu berisikan pure kentang dan tumis brokoli, menandakan kandungan kesehatan tingkat tinggi. Setiap bel istirahat berbunyi, yang ia ingat hanya membuka bekalnya dan makan di kelas. Kata mama, "Jangan jajan di sekolah, kotor, berbahaya, mending makan masakan mama, bersih, sehat." Dari banyak sudut pandang, gaya seperti ini jelas mengandung kebaikan. Pertama, higienis, dan yang kedua, ekonomis. Jelas jajan seringkali jatuhnya lebih mahal daripada memasak sendiri.

Hari Minggu, tanggal 15 kemarin, di sela-sela acara Crafty Days Tobucil, saya menyempatkan diri ngobrol dengan tukang teh botol yang rajin nongkrong di samping SMA saya dulu. Kebetulan, setiap ada even di Tobucil, dia selalu duluan booking tempat di sana. Berbeda dengan di masa SMA saya dulu, sekarang ini si Mang Dedi berwajah muram. Isi obrolannya cuma curhat keluhan demi keluhan, "Rip, sekarang mah ripuh dagang di Taruna Bakti teh. Barudak pada bawa bekel. Jadi gak ada yang beli ke samping." Lalu lanjut Mang Dedi, dengan tanggungan satu anak, ia berkata bahwa jika keadaan begini terus, bukan tidak mungkin ia menjadi tidak sanggup membiayai keluarganya.

Kedua kejadian di atas, bukan berlangsung sekonyong-konyong dalam situasi kausalitas, melainkan bersamaan, nyaris bersamaan. Atau bayangkan kalian sedang diwisuda, mengukuhkan diri sebagai anak bangsa yang berpendidikan dan paripurna. Menjalani wisuda artinya bertambah lagi satu orang manusia yang siap bermanfaat bagi agama dan negara. Tapi tidakkah kalian membayangkan bahwa disaat yang persis sama, acara wisuda itu sendiri menimbulkan kemacetan luar biasa, sehingga supir angkot mencela-cela? Sehingga supir angkot kehilangan kesempatan mencari nafkah dan siapa tahu ibunya sedang sakit di rumah? Atau saya ingat dalam peristiwa umrah tahun lalu, bapak saya kecopetan uang tiga ratus riyal di pelataran Masjidil Haram, sebuah wilayah yang dipercayai penuh kebaikan akan statusnya sebagai rumah Tuhan.

Dalam perjalanan sejarah filsafat Barat, banyak sekali pemikir yang merenungkan soal etika, atau hakekat kebaikan. Yang paling terkenal tentu saja Kant. Ia yang merumuskan bahwa sesungguhnya ada yang dinamakan etika universal. Ia memberi contoh, bagaimana jika kau menyembunyikan temanmu di rumah, padahal ia sedang dicari-cari polisi untuk sebuah urusan kriminal yang serius? Ketika polisi datang menanyai, apa yang kamu lakukan? Etika Kantian memberi solusi: universalkan masing-masing kejadian, dan jawab olehmu, mana yang lebih baik? Bayangkan jika semua orang di dunia menyembunyikan temannya di rumah meski ia jahat, dan bayangkan pula jika semua orang di dunia memberikan siapapun yang jahat pada polisi, mana kira-kira yang membuat dunia lebih baik?

Lupakan Kant. Karena etikanya betul-betul tidak bisa menjawab pelbagai situasi-situasi di paragraf awal. Bahwa sesungguhnya, Kant, tiada etika universal, bagi saya. Sesuatu yang baik, selalu mengandung keburukan di dalamnya, dalam waktu dan kadang tempat yang persis bersamaan. Paradoks.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...