Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Merayakan Tubuh



Resital yang digalaukan berakhir jua. Saya takkan membahas hasil atau review si acara, apalagi analisis. Ini tulisan tentang bagaimana keadaan tubuh saya pra dan pasca konser, yang mana terasa bedanya. Mulai dari sebulan sebelum acara, saya bersikap keras pada tubuh. Ia didisiplinkan terus menerus lewat jadwal latihan nan ketat. Tidur malam seringkali kurang akibat latihan, dan esoknya mesti bangun pagi sekali, juga untuk latihan. Oh, saya sedang membicarakan latihan dalam format trio dan kuartet, ini belum latihan sendiri sebelum latihan. Ah pokoknya latihan dan latihan. Pada titik kelelahan yang amat sangat, tersadar ada benarnya mensana in corporesano: Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat, atau jika dibalik: Kala tubuh luluh lantak, jiwa kehilangan tempat berpijak.

Dalam konteks tertentu, tetek bengek dualisme (Cartesian terutama), bahwa tubuh dan jiwa adalah berbeda, bisa benar juga. Namun, bagi saya, itu semata-mata untuk keperluan praktis. Ketika saya sakit demam, maka mudah untuk mengatakan tubuhku sakit. Ketika saya diputus cinta, maka akan mudah mengatakan jiwaku yang sakit. Memudahkan pergaulan bukan? Padahal, saya setuju pada Marleau-Ponty, bahwa manusia adalah tubuh yang merruh (beliau tak memakai istilah jiwa) dan sekaligus ruh yang menubuh. Dalam satu artikel Bambang Sugiharto, saya pun setuju, ketika ia bilang, bahwa filsafat seolah memenuhi keingintahuan nalar, padahal ia mencoba memuaskan dahaga batin yang terdalam. Nietzsche menambahkan, bahwa setiap organ tubuh punya kecerdasannya masing-masing, otak hanya salah satunya saja. Jari punya, mata punya, hidung punya, dan lain-lainnya, juga punya. Foucault mengkritik Plato yang mengatakan bahwa tubuh adalah penjara jiwa. Terbalik, Plato: jiwalah penjara tubuh.

Argumen saya sepertinya kacau dan comot sana-sini sembarangan, tapi intinya begini: demarkasi tubuh-jiwa, jangan-jangan cuma soal bahasa. Aslinya tak ada beda antara keduanya. Kau makan, masuk ke tubuh, hatimu senang. Kau lapar, tubuh tak bernutrisi, kau mudah marah. Kau berdzikir mengingat Tuhan, agar jiwamu tenang, sadar tak sadar jantung dan nadimu pun ikut tenang. Kau memberikan sebagian jiwa untuk seseorang, mendadak tubuh menjelma jadi sebagian jiwamu yang lain. Kau kehilangan sebagian tubuhmu, jiwamu sejenak meratapi, tapi jadilah ia menubuh di kemudian hari. Kau menahan lapar dan haus kala puasa, maka cuma jiwa yang mampu jadi pemuas dahaga.

Hari ini kubiarkan ia, tubuhku, begadang semalaman, untuk kemudian bangun agak siang. Ia layak mendapat perayaan, karena sukses mengatasi disiplin dan tempaan. Kau layak mendapat apapun sesuka hasrat. Amor Fati: Cintailah kehidupan. Tenggak anggur Dyonisus, dan mabuklah bersama malam dan bintang. Kala kau terbangun kemudian, berkacalah ke air di danau, seperti Narsissus memandangi dirinya. Disana akan kau dapati, oh tubuh, bahwa bayanganmu tak lain adalah jiwamu jua.

Terima kasih untuk yang telah sengaja datang dan mendukung resital kami, semoga Bach memberkati.

Comments

  1. terkadang kita selalu merasa memiliki dan mengetahui tubuh yang serba bodoh ini, yang rentan oleh sakit kepala, perut, gigi, pegal, linu, nyeri otot...ahhhh....
    untung uda ada apotik ma obat warung :)

    ReplyDelete
  2. Terima kasih untuk yang telah sengaja datang dan mendukung resital kami, semoga Bach memberkati.

    aing mah teu sengaja datang. tapi dipaksa jadi MC. hohoho.

    ReplyDelete
  3. pan geus badminton.. emang eweuh epekna nya? mun di pikir-pikir, para musisi klasik itu, hidupnya rock n roll pisan, tapi kok ya punya stamina yang oke buat bikin karya-karya jenius macam itu.. tah mun kitu kumaha? walaupun akhirnya mati juga dengan kebobrokan badannya masing-masing..

    ReplyDelete
  4. @Artcoholic: enya, untung ada quran dan hadits untuk mengobati jiwa yang serba galau ini.
    @Pirhot Nababan: Ah maneh sengaja datang untuk mengobati galau kronis maneh pan.
    @vitarlenology: Menurut sejarah, komposer sih nu rada rock n roll mah, terutama nu jaman klasik dan romantik. Mun Bach mah gaya hidupna masih sehat dan "wajar". Mun musisi klasik mah sepertinya mesti prima sebelum tampil. Tapi, ya itu tadi, pas kita mengalami sesuatu pada tubuh, maka jiwa yang pertama nge-back-up. Teuing bener teuing henteu nya, nu penting keren heula we. Hahahaha.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...