Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

The Curious Case of Benjamin Button: Memuda itu Biasa

Film ini sungguh absurd, non-sensical, dan menggelitik kesadaran. Alkisah, seorang wanita berumur 81 tahun bernama Daisy sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Nenek itu bercerita lirih pada putrinya yang berusia 37 tahun, bernama Caroline. Flashback pun dimulai. 11 November 1918, di saat bersamaan kala orang-orang di New Orleans merayakan berakhirnya PD I, lahirlah bayi yang digambarkan tak wajar dan buruk rupa. Ayahnya, Thomas Button, enggan mengurusnya dan menyimpannya di sembarang tempat. Akhirnya bayi itu dipungut oleh seorang perawat kulit hitam bernama Queenie. Setelah diperiksa dokter, ternyata kondisi bayi yang kelak dinamai Benjamin itu, persis seperti kakek berusia 85 tahun.

Ketaklaziman pun dimulai, tak seperti makhluk hidup umumnya yang bertumbuh menjadi tua, Benjamin justru tumbuh muda. Baginya, waktu berjalan mundur. Dalam perjalanan menjadi muda itu, ia bertemu dengan seorang pelaut bernama Captain Mike. Oleh Mike, diajarilah Benjamin, orangtua itu, bekerja di kapal, minum alkohol, dan berhubungan seks dengan pelacur. Ada percakapan yang menggelikan disana, kala Mike bertanya, "Ben, berapa kali kau berhubungan dengan wanita sepanjang hidupmu?" Benjamin, yang kala itu berusia sekitar 15 tahun, -tentu saja baginya waktu mundur, sehingga nampak seperti 70 tahun- menjawab, "Belum pernah," "Ben, ini hal yang paling menyedihkan yang pernah saya dengar, kau, seorang kakek, belum pernah berhubungan dengan wanita seorang pun?" Tentu saja ini hanya sebagian kecil keganjilan yang ditampilkan sepanjang film berdurasi dua jam setengah itu. Masih banyak lainnya, terutama kisah cintanya dengan Daisy, yang mana ia temui kala dirinya berusia 73, dan Daisy baru dua belas. Perbedaan alur waktu keduanya menjadikan kisah cinta itu menarik. Ben semakin muda dan gagah perkasa, Daisy bertambah tua lagi renta. Lebih jauh lagi, kala Daisy sudah jadi nenek, Ben adalah seorang anak yang baru jerawatan. Akhirnya, Ben meninggal di ayoman Daisy dalam keadaan bayi. Kesan Daisy kala itu, yang menarik, "Bahkan dalam tatapan seorang bayi, Ben masih mengenalku."

Tulisan ini bukan tentang review film, sebenarnya. Ini bukan persoalan rekomendasi. Karena jujur, alur film itu agak membosankan dan terlalu panjang. Saya sedang mencoba memaknai saja, tidakkah kasus Ben tak seberapa curious? Maksudnya, secara fisik, tentu iya, tapi tidakkah kita semua selalu rindu menjadi muda, rindu untuk grow younger? Tidakkah juga, banyak dari kita yang sesungguhnya takut menjadi tua, meski itu alamiah? Tapi tak hanya soal kerinduan semata, seringkali faktanya, memang banyak unsur dari kita yang selalu dijaga untuk secara konsisten memuda. Mungkin oh mungkin, penuaan justru membuat kita semakin canggih untuk memaknai pemudaan. Seorang kakek akan lebih mudah berlagak bak bocah ingusan ketimbang anak remaja menirukan jompo mengisap cangklong. Persoalannya barangkali cuma etika dan kepantasan. Oh, bayangkan jika itu tiada, menggelegaklah mereka, para kakek. Dirgahayu. Panjang umurmu.

Comments

  1. Untung sekarang produk komestik anti-aging udah banyak y..wkkk

    "I want to Grow Old with the woman I Loved"
    :)

    ReplyDelete
  2. gw malah ngarep2 kapan jadi dewasa dan nggak rindu masa abg gw sama sekali, rif. hahahaha. i'm not afraid to grow older.

    ReplyDelete
  3. @pointlessmind: Kerinduan mungkin bukan dipikirkan, sar, tapi dia akan datang menyelinap tanpa lu sadari. Memuda itu ga selalu ke fase abg kali yah, bisa juga ke fase TK, SD, bayi atau bahkan tak dilahirkan sekalipun!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...